Aku terjaga, ketika ricik kali mulai
meriak tak jenuh
Aku terkesima, saat pendar-pendar mulai
menggugah tidurku
::Di bawah Sang Matahari
Aku beringsut, di balik belukar dan
beberapa daun talas
Yang sedari dulu menyebar di anyamanku
Aku terkesiap, saat riuh mulai mewarna
di beberapa
;Perahu Kertas dan Nahkodanya
Lengkingan, guratan serta tempik sorak
yang gaduh
Memecahkan perigi tua yang ramai-ramai
dulu kita buat
::Dengan gotong royong
Nafas mereka, nafasmu, tersengal dengan
hidung memerah
Tapi aku tidak, karena akulah sang
telaga
Yang selalu dingin dan selalu tahu
masih
Ada telaga lain yang berlaku sama
denganku
Mata mereka, matamu, memerah seperti
darah
Menyampaikan berjuta perselisihan
tentang sebuah kursi
Yang seharusnya tak perlu terjadi
Ketika akal sehat kalian gunakan, bukan
dengkul yang selalu kalian gunakan di ranjang
Kicauan mereka, kicaumu, layaknya
burung hantu di pagi hari
Melengking tanpa mau mengerti
Ini hari apa kawan!
Oh, Nahkoda, kursi yang kalian
perebutkan
Jangan mereka kau ajak tanpa lihat
warna pelangi
Oh, Nahkoda, kursi yang akan kalian
duduki
pastilah kalian duduki sendiri tanpa
kami
::Dan kami takkan menjadi kaya jika
salah satu kalian mendudukinya, nanti
Probolinggo, 24 Juni 2014 (untuk
para penumpang perahu kertas)
Wrote by Unknown