MULAI MENGENALNYA
Aku
bukan pertama mengenalnya. Sudah cukup lama kususuri hari, bulan dan
tahun. Sudah cukup lama aku mengetahuinya. Tapi bukan tanpa rasa,
hanya saja logikaku berkata jangan, dulu. Dulu yang hanya biasa saja,
mengagumi tapi tak menggilainya. Hanya seperti antara sopir angkot
dan penumpang, biasa saja. Hanya antara penjual tahu di pasar,
selesai seperti biasa.
Dan
kita berpisah hanya karena system. Berpisah bukan karena rasa,
berpisah karena memang harus berpisah, seperti orang yang terbius
karena operasi. Tanpa rasa, tanpa sebab dan tak membuncah. Karena
memang biasa saja. Tak terlalu dramatis, bahkan masing – masing
dari kita tak merasakan itu. Hanya perpisahan biasa, karena memang
pertemuan yang biasa. Biasa saja, tapi jelas alurnya.
Ketika
aku mulai bertemu lagi dengannya, awalnya sederhana saja, sesederhana
aku dulu mengenalnya, sesederhana aku mengaguminya. Tapi kekaguman
ini kurasa lain, lain seperti biasanya, tapi tetap sederhana.
Pembicaraan – pembicaran kita hanya biasa saja, baik offline maupun
melalui pesan BBM. Tanpa perlu dimaknai, mulai pembicaraan manis,
tentang kehidupan kita, tentang proses kita bahkan tentang cinta
kita, masing – masing. Tanpa perlu dimaknai dan tak perlu juga
digarisi dengan pikiran cinta, karena memang biasa saja.
Tapi,
kehadiranmu mencipta perasaan tak biasa. Tapi aku tak gegabah ini
bernama cinta. Tanpa rangkaian obrolan di BBM kita tiap hari, seperti
ada yang kurang. Hingga aku tak sadar ada perasaan aneh jikalau aku
tak melirik handphoneku, tiap hari. Tapi hatiku mulai terbuka lebar,
bahwa kamu tetaplah seperti biasa, karena aku tak mungkin membuat
riuh sudut terpencil otakku denganmu. Karena kita tetap biasa saja
dan akan menjadi terbiasa karena kebiasaan itu.
Tiap
hari, tiap waktu, kadang aku mulai, kadang kamu memulai, kita
merangkai kata seperti biasa. Sampai akhirnya kita tahu kesukaan kita
masing – masing. Bahkan aku lebih tahu kesukaanmu daripada kau tahu
kesukaanku. Kala sedih, kita saling bercerita, kala suka kita juga
saling riuh. Tapi tetap aku mau seperti biasa saja, karena tak
mungkin kita bicara cinta, atau aku yang menyatakan cinta dengan
gegabah.
Ceritamu
yang menjadi perhatianku, ceritamu tentang kekasihmu. Kekasihmu yang
kamu puja dulu, kekasihmu yang memberimu harapan nyata, yang
menggilai serta mengagumimu. Yang mengistimewakan kehadiranmu,
laksana intan permata yang dia temukan di padang tandu. Yang menjaga
dan menjadikanmu ratu di istana kalian dengan ditemani peri – peri
kecil. Yang menjadikan kebahagiannya kebahagiaanmu juga.
Tapi
itu dulu, saat kau merasa riuh dengannya, saat cintamu begitu besar
membentang tanpa ada yang bisa menghadangmu. Sekarang, kamu merasa
kecil di depannya. Merasa bukan ratu di istana kalian, yang entah aku
tak tahu apa alasannya. Kamu menciptakan kebahagiaanmu sendiri
tanpanya, tanpa gejolak bersama. Kamu menciptakan semu – semu rindu
tidak dengannya, tidak juga dengan yang lain. Karena perasaan kamu
sudah berkurang tapi tak hilang. Perasaanmu kepadanya tak seperti
dulu, seperti dia saat ini. Tak pernah kalian beradu cinta, tak
pernah kalian membuncah bersama dalam cinta, karena tak seperti dulu
lagi, Saat kalian bergelora karena cinta. Gelora kalian sudah
berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Dan itu pertanda kalian
sudah tak saling cinta, tak saling mengistimewakan masing – masing
dari kalian. Hanya menjalankan system yang ada tanpa ada rasa, dan
jelas tanpa ada buncahan cinta.
Tak
banyak ceritamu tentang kekasihmu, tak banyak juga aku tahu tentang
pergolakan batinmu. Tapi aku merasa, ingin menjadi pengistimewa
dirimu. Namun itu tak mungkin aku lakukan, karena itu terlarang, dan
kamu pun masih dalam keombang – ambingan hati. Aku juga tak mau
salah langkah salah belokan dan salah navigasi. Karena itu akan
berakibat fatal terhadapku, terhadap proses hidupku.
Pelan
– pelan aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam hatiku. Terkadang
aku ingin luapkan itu kepadamu, sahabat ceritaku. Tapi tetap takkan
kulakukan saat ini. Aku tetap tersenyum, mengembang dan mengambang
dalam diam. Dan keadaan ini mulai menyeretku dalam pergolakan aneh.
Pergolakan cinta tapi tak membuncah. Terkadang pikiranku berkelana di
pusat dasar imaji. Berkelana untuk memahamimu, dan tentu saja kamu
tak merasakan itu.
Kamu
tak rasa, karena kamu masih memerlukan waktu untuk memahaminya,
memahamiku. Memutuskan segala asa yang ada dan memutuskan keputusan
yang sulit dalam hidupmu. Karena tiap keputusan itu memiliki akibat
yang begitu besar terhadap proses hidupmu. Dan kamu masih bimbang
menentukannya. Karena akibat keputusanmu nanti, kamu akan berjalan
sendiri, berjuang sendiri dan terlalu banyak risiko yang kamu hadapi.
Dalam
hati sebenarnya aku mau menjadi serigala terakhir yang menjagamu,
memuluskan langkahmu dan menjagamu dalam segala cuaca. Menjadi solusi
akibat yang ditimbulkan keputusanmu, menjadi langkah terakhirmu untuk
mengisi dan membantumu menjawab segala persoalan hidup. Tapi tak
mungkin aku tawarkan itu, karena kita hanya biasa saja, dan kamu
anggap aku seperti biasa saja dan aku juga biasa walaupun aku
menangkap sesuatu yang aneh dalam imaji dan hatiku.
Dan
mungkin saat ini sudah cukup aku menjadi kebiasaanmu saja. Menjadi
kebiasaan ceritamu, ceritaku dan ceritanya.
Dan
kurasa aku mulai mengenalnya, dengan dibarengi sedikit perasaan aneh.
Dan
kurasa aku tetap mengaguminya, cukup.
Probolinggo, 20 April
2013 ( ketika progress indicator hati mulai menuju perasaan aneh)
0 komentar