Hanyalah Bahasa Sederhana
Sebelum
aku tulis sajak, ini hanyalah bahasa sederhana
Sebuah
cerita di senja yang begitu lekas
--Yang
kita jalani dengan sederhana saja
Ini
bukan tentang senja dan bahagia
apalagi,
bukan tentang luka dan airmata
Ini
hanyalah segelas es dawet yang kau pesan
di
atas meja, sementara aku tak lelah mendengar kata-kata
Suatu
waktu, kau sangat ingin mendebur jingga
merangkul
dan menulis sebuah kalimat-kalimat yang sempat
kau
hayalkan di sela peraduanmu
--Sementara
aku mengangguk sambil melepaskan pikiranku ke angkasa
Tak
pernah aku berjalan di atas kereta dengan sengaja
Seperti
daun, yang tak pernah berniat ada di sela-sela batang kehidupan
--Karena
perasaan itu ada tanpa diminta, tinggal kita mau mencipta rasa
Kukumpulkan
batu yang masih setengah
Kumuat
pasir yang baru sejumput
Kukabarkan
cerita kepada ibu
--Agar
senja dan jingga segera ada, tak kan langsai digerus waktu
Namun,
siang hari yang panas, begitu gegap kau rangkai kata-kata
Laksana
ombak yang tiba-tiba debur
Menghunjam
garis pantai yang sedang kutinggali
--Sementara
aku, menjadi embun yang jatuh ke tanah dan mati
Sekali
lagi, ini bukan tentang luka dan air mata
Ini
hanyalah sajak sederhana
Yang
sekarang kau gambar di dalam rumah
Sementara
aku terdiam di jalan setapak
--Menunggumu
Aku
diam tanpa sanggup berkata-kata
Sementara
menunggu menghitung daun-daun
Yang
gugur dan jatuh ke tanah
Semoga
semesta mendoakanmu
Semoga
semesta memberimu ilmu
Bahwa
semua rasa bisa kita cipta tanpa jeda
Probolinggo,
20 Maret 2019
Tags:
puisi
0 komentar