Seperti biasa, aku terjaga di
pagi hari, tatkala mentari menyinari sudut kamarku, sendiri dan tak
pernah bertepi. Entah aku sendiri lupa, sudah berapa lama aku
tersudut dalam kehidupan yang dinamakan Bujang. Ya, aku masih
sendiri saja, belum kutemukan sesosok matahari pengontrol suhu
panasku. Dan belum jua kutemukan dengan siapa aku menikmati senja dan
bergumul dalam kesepian malam.
Jam masih menunjukkan pukul
07.00, sejurus aku duduk di tepian kasurku. Yang sudah
beberapa tahun ini kurapikan sendiri, aku nikmati tidurku sendiri,
dan masih tetap sendiri. Iseng – iseng kubuka layar messageku dan
seperti biasa, BBM dari si pengukur jalanan, divisi aspal, gopels
muncul tiap pagi. Ya, gopels ini temanku, nama aslinya Yudi. Kami
memang selalu memanggil dengan nama udara, nama jalanan. Aku sendiri
nama asliku Doni, hanya saja nama jalanananku gak jauh berbeda, Inod,
itu saja
“Nod, bangun, jemput cintamu di
jalanan....”, katanya. Segera kubalas, “cinta jalanan? Segera
meluncur ke lokasi Ndan”
Segera kupercepat mandiku,
menyiapkan segala sesuatunya untuk hari ini, langsung datang ke
tempat biasa, untuk mengkonsep beberapa hal tentang pekerjaan. Ya
pekerjaan kami hanyalah buruh proyek, semua ide, konsep dan proses
monitoring kami lakukan di jalan, seringnya di warung kopi tempat
mangkal kesukaan kami.
“Wah, sudah segar rupanya, kopi
hitam kesukaan kita sudah siap Gan, hehehhehe”, sahutnya. Yah, udah
beberapa tahun belakangan aku sering menikmati aroma kopi hitam, demi
sebuah pekerjaan yang selalu menuntutku harus kuat untuk jarang
memejamkan mata. Kami berdua memang penikmat kopi, bahkan kami dengan
pede menyebut diri kami Coffee Lovers.
Setelah berbasa – basi dan
mengirim email untuk beberapa client, mulailah kami dengan
obrolan santai, obrolan warung kopi sambil standby menunggu
balasan email serta panggilan dari beberapa user yang memang sudah
kami jadwalkan hari ini.
“Nod, kamu kok seperti
kecapekan aja hari ini? Lagi HBW ya?”, tanya si gopels.
“Ah, mampuslah aku, kemarin
ditanyain bapak, kapan aku nikah, dan ini bukan pertama kali”,
sahutku.
“Kamu sih, pake pilih –
pilih, tuh cewek – cewek banyak, masa gak ada satupun yang masuk di
hatimu?”
Aku sih senyum – senyum kecil
aja menyembunyikan kegalauanku. Ya, aku sebenarnya bukan benar –
benar koboi, yang menganggap semua hal sepele. Aku tetap memikirkan
pendamping, aku merindukan sesosok wanita yang bisa menjadi curahan
hati saat pekerjaan ada masalah, saat aku mulai membuncah tak jelas,
dan sebagai semangatku untuk suatu target pekerjaan.
Sejurus temanku itu memberikan
sederet nomor PIN, yah aku mau dia kenalin kepada sahabatnya, yang
juga katanya mencari pendamping hidup. Tak selang beberapa lama kami
saling bertukar sapa melalui pesan singkat. Yah, dimulai hari itu,
aku yang mengenali dengan biasa saja, dan ingin menjadi terbiasa tak
sepi lagi.
*****************
Tak Terasa, berganti minggu,
berganti bulan, aku sudah mengenalnya. Yah, nama gak begitu penting
rasanya, aku biasa memanggilnya “Meksiko” dan dia memanggilku
“Sergio”. Tak pernah kami lewati pagi tanpa saling bertukar kata
lewat layar singkat. Dan sudah tak pernah lagi pagi yang tak pernah
kurasa peluk embun pagi, pagi yang hanya berteman selimut lusuh tak
berpenghuni. Kini pagiku semakin tak terasa dingin, pagi yang selalu
buncah riuh sebab tiap hari kami saling memeluk layar kami. Pagi yang
membuatku selalu melirik layar singkatku dan menunggu atau mengirim
pesan singkat, dari dan kepada Meksikoku.