MENGGAMBAR SENJA ATAU BERHENTI
Masih kelabu, tercekat di
antara temaram yang timbul tenggelam di balik jingga. Yang aku tahu,
sebentar lagi akan hilang disapu pekatnya sang malam. Pas, sesuai
dengan jiwaku yang tak bisa tenang, sebab akar kebimbangan mulai
menjangkitiku, sejak tadi pagi.
Aku bingung, haruskah
sahabat yang selalu menjadi teman bersenda gurau, teman berbagi,
harus kucintai seperti selayaknya dua sejoli? Bukan tanpa sebab,
kemarin dia mengeja cinta di depanku, di tepi laut kesukaan kami
berteman senja yang mengharmonisasi udara saat itu.
Aku jadi teringat suasana
yang biasa ceria sore itu....
*****
“Ren, maukan kamu tak
hanya menjadi sahabatku?” ujarnya tiba-tiba
“Maksudmu?”
“Ah, apa perlu
kujelaskan?”
“Hemmmm..” sahutku,
jujur aku kaget mendengarnya
“Aku merasa nyaman
denganmu, dan aku ingin merasakan lebih lagi dari ini
“Ah, kamu, kita sudah
berada di zona nyaman, kenapa kau malah mau keluar dari situ?”
“Bukan keluar Ren, tapi
lebih masuk lagi”
“Ah sudahlah, kamu
merusak zona itu” sahutku sambil berlalu pulang
Rumahku memang tak
terlalu jauh dari pelabuhan, cukup berjalan kaki sepuluh menit sudah
sampai. Dia segera kutinggalkan, karena bukan aku benci dengan
pertanyaannya yang tiba-tiba itu. Tapi jujur aku sudah merasa nyaman
saat ini dengan status kami masing-masing, dan tak ingin aku
merusaknya.
****
Senja Berlalu, dan hingga pagi menjelang, aku tak menghubunginya. Kubiarkan ia dengan cara tak membalas apapun yang muncul di layar singkatku darinya. Aku diam, sambil berpikir. Prinsipku, cinta memang tak perlu pikiran, tapi logika kita harus berjalan searah, karena cinta buta adalah hanya milik manusia-manusia yang tak pernah memiliki akal sehat.
Takkan terjadi janji ucap
di depan penghulu jika yang berucap tak memiliki akal sehat. Dan
orang yang sedang sakit jiwa, tak bisa menikahi apalagi dinikahi, tak
mungkin kecuali orang yang cacat fisik, masih bisa untuk diwakilkan
jika akan melangsungkan ijab kabul.
Dan aku masih sehat,
normal dalam rasa, dan normal dalam pikiran. Dalam dinding hatiku
terdalam, aku jujur memang ada benih yang tak biasanya mulai hadir
dan tak pernah kuhirau. Dia terpias anggun melekat dalam
labirin-labirin jiwaku yang memang sudah kering, karena memang aku
sudah tak pernah memikirkan cinta. Bagiku, cinta adalah anak
kecocokan jiwa, dan sejak aku terdera oleh pengkhianatan cinta, aku
sedang tak bernafsu untuk mencari kecocokan itu.
Tapi bukan aku sudah tak
mau, tapi mungkin saat ini aku hanya ingin mencari zona aman dan
nyaman dalam berhubungan secara biasa, dan tak mau kuartikan cinta.
Kegegabahanku dahulu, membawaku kederasan masalah yang mendera hampir
tiap hari. Aku hampir tak pernah merasakan manisnya cinta. Karena
permen manis itu, hanya kurasakan indah saat masa pacaran saja. Dan
inilah yang saat ini masih kuhindari.
tobe continue (monggo yang usul mau dibawa kemana enaknya :D)
Tags:
FlashFiction
0 komentar