SEBATANG RANDU
musim berganti musim, agar kita tumbuh
pagi berganti malam, ketika hening meriap sukma
tunas daun menjadi daun, agar kita tahu
bahwa proses adalah sebuah seni melipat jiwa
dan engkau;
masih sebatang randu yang semakin kokoh
di antara terik matahari dan riuhnya suara
tanda dunia masih ada
dan engkau;
masih sebatang randu
yang pernah merasakan pedih dan bahagia
manusia yang mencintaimu
dan engkau;
masih sebatang randu
di antara gelegar petir dan heningnya hujan
di malam meriap sukma
::serta embun di sela daun, yang kemudian jatuh ke tanah
dan mati
dan aku;
masih melihatmu
dengan netra yang tak pernah pudar
serta hati yang tak pernah rapuh
hanya untuk ingin mengatakan kepadamu
sebuah sajak yang masih ada
::seperti dahulu
Probolinggo, 17 Desember 2016
0 komentar