MENOLAK NASIB




Ketika Tuhan memberimu nasib,apakah harus kamu tolak sebab engkau memiliki nasibmu sendiri?

Tidak adakah penjual es selain es campur ini?”, gerutuku. Sepertinya, jalan ini sudah dia beli agar tidak ada penjual lain yang menjajakan dagangannya di sini.
***
Sudah hampir seminggu setiap aku bangun selalu hanya mendapatinya, rombong es campur ini. kupikir, siang begini apa lagi yang menjadi pembunuh dahaga. Aku selalu beranjak ketika siang menyapaku, karena aku sudah tak bisa menemui pagi.
Hal inilah yang membuatku bertemu, dan menjadi terbiasa bertemu di rombong es campur ini, hingga pertemuan itu berlanjut di meja kopi dan meja bar. Kami memang sama-sama penikmat dunia malam, atau lebih tepatnya pekerja malam. Dan tak sadar pertemuan kami berlanjut di ranjang empuk rumahku. Tak sadar sebab waktu berjalan, namun pertemuan itu kami sadari, karena bulir-bulir cinta telah menelusuk antara hati kami.
Dan kau tahu cinta, aku telah mengungkungmu seperti aku yang terkungkung oleh cintamu”
Aku mencintaimu mas, dan hanya mencintaimu”
Siang seperti biasa, aku bercengkerama dengannya, bersama campur itu lagi. Entah, getaran itu tak pernah kami rasa, mengalir begitu saja, tapi kami tak pernah bermain, karena ini bukan permainan.
***
Seperti biasa, terkadang di sore hari, kami bertemu di kafe kesukaan kami. Dan sore ini, kami berjanji, lebih tepatnya dia yang mengajak bertemu.
Tumben kau mengajakku bertemu?”
Aku Positif mas”, sahutnya datar setelah menyeruput white coffee kesukaannya. Kugenggam erat tangannya, dengan wajah sumringah, “Hal inilah yang kunanti, dengan begini kau tak menolakku bertemu kedua orang tuamu”.
Mas takkan pernah tahu keadaanku, pun aku tak mau mas tahu keadaanku”


Hingga setengah jam kami diam. Aku bukan orang penyabar, tapi dengannya aku bisa sabar menunggunya. Teka-teki yang harus kutahu sebab kemisteriusannya, tentang kehidupannya, pekerjaannya bahkan keluarganya. Menikahinya adalah pilihanku, resiko apapun kulakukan untuk menikahinya, menerimanya dalam keadaan apapun. Matahari selalu terang, tapi tak semua penghuni bumi menikmatinya, jadi apapun yang terjadi aku akan tetap menikahinya.
****
Dan hari ini, genap hampir sebulan dia menghilang begitu saja. Padahal, rencana sudah kami susun bersama, tanggal pernikahan sebelum yang kutanam di perutnya menyapa dunia. Rasa inilah yang membuatku benci es campur. Dan hari ini kumulailah menyantap es campur itu lagi.
Mas Rony ya?”
Iya pak, eh bang, kok tahu nama saya”
Lama gak kelihatan mas”
Oh Iya?”
Ada titipan dari mbak yang biasa makan sama mas di sini”
Oh ya, makasih bang”
Setelah kuhabiskan es campur itu, segera kulangkahkan kaki pulang. Sambil rebah kubaca pelan surat itu, surat yang kutunggu sebagai penjawab rasa penasaranku.
Ketika mas membaca ini, mungkin aku sudah tak di sini lagi, di kota ini. Kuputuskan berhenti dari pekerjaanku, berhenti pula bersamamu. Aku tahu mas pasti marah, tapi dengar mas. Selain hamil anakmu, aku juga positif HIV. Demi kesehatanmu, yang aku pun tak tahu apakah kamu aku tulari, dan demi reputasimu, biarlah aku pergi dari kehidupanmu. Tapi ingat mas, aku tak berhenti mencintaimu.
Aku jadi teringat, “Aku mencintaimu Mas dan hanya mencintaimu”. Ternyata dia sudah memberiku alasan jauh hari sebelum surat ini.

Share:

0 komentar