TIBA TIBA SAJA
Cuaca
cepat berubah, tiba – tiba angin menghentak, dan tiba – tiba pula
mendung mencekat dan pasti bersamaan dengannya tak lama hujan pun
turun. Cepat membuncah liar, membasahi apa yang ada di jalanan.
Kesamaan itu pula yang terjadi padaku, kesamaan cepat berpindah tanpa
disengaja, tanpa aku minta dan pasti karena anugrah.
Tuhanku,
seperti kebiasaanku selama ini, aku hanya bisa tatap dulu, agar aku
tak salah arti, tak salah melangkah. Tapi langkahku yang kemarin
adalah keyakinan, untuk menghapus kegilaan yang sudah tak lagi pantas
aku gilai. Karena sudah tak mungkin aku gilai, seperti sekam yang
akan selalu siap untuk dibakar atau terbakar, karena dia yang aku
gilai tak bisa kuajak berpikir tinggi di atas langit. Kedewasaan
belum hinggap di pikiran mudanya. Seperti angin yang mudah berpindah
arah, dan akan selalu berpindah arah.
Tapi
ketercepatan perasaanku pada yang lain, bukan karena keterpurukan
hatiku, bukan karena kebencian liarku, dan juga bukan karena
pelarianku. Ini hanya tentang rasa, yang biasa namun menjadi
terbiasa. Terbiasa bercerita, terbiasa mengadu dan terbiasa –
terbiasa yang lain. Tapi aku takkan gegabah mengubah hatiku untuk
menunjukkan rintik – rintik cinta. Karena mungkin saja ini bukan
cinta, hanya perasaan basah saja. Perasaan yang menenangkan saat
perasaan yang lain terkontaminasi akan keterlakuan yang tak pantas
aku terima. Tapi atas kegilaanku yang dulu pernah hinggap, saat ini
aku bukan petarung yang meninggalkan perang, tapi perang itu sudah
tak pantas aku bela, perang itu sudah tak jelas, kabur seperti kabut
turun di lereng yang kemarin aku singgahi. Biar dia meneruskan
hidupnya yang dia pikir akan semu mendayu, hidup yang kulihat tak
jelas alurnya. Hidup tanpa draft kedewasaan, yang hanya mengandalkan
cinta tak menggunakan logika.
Ah,
mungkin aku sudah cukup bercerita tentang kegilaanku kemarin. Biar
hanya menjadi cerita liar saja, tak kan kukenang, karena memang
proses itu hanya sebentar, seperti iklan kejar tayang di televisiku
tadi malam, sebentar muncul sebentar hilang, dan biar hilang saja
agar tak terasa sakit dan aku segera bangun dari alam bawah sadarku.
Dan tak kubawa alam kenangan itu, karena bagiku, cukup sudah
pencarianku, biar mengalir saja hidupku seperti air di sumber itu,
akan mengalir ke muara sesuai jalan yang Engkau pilihkan Tuhanku.
Ya,
aku harus mengikhlaskannya pasti, sesuai janjiku pada Tuhanku. Agar
tak semakin menghitamkan hatiku. Biar berotasi saja, dan menorehkan
cinta baru, agar semakin tak berjelaga di saat terasa sepi dan tetap
berjuang untuk sesuatu yang pantas untuk di perjuangkan.
Dan
biar tiba – tiba saja menemukan kegilaan baru, kegilaan yang tak
kusangka dan pasti akan aku ceritakan dengan buncahan riuh.
Probolinggo, 16 April
2013, 08.19 AM (saat melupakan dan saat memulai yang baru dengan
tatapan saja)
0 komentar