SURAT KEPADA ANGGUN
Melihat Berita di
beberapa media elektronik, April 2015
di mana ramai diberitakan tentang kontroversi Surat Terbuka
Anggun C Sasmi di beberapa
media. Saya sebagai orang yang bisa dikatakan agak aktif
di dunia online mungkin hanya ingin menganalisa. Sekali lagi saya
hanya menganalisa, tentunya dengan pokok-pokok pikiran saya sendiri
yang mungkin bisa menjadi bahan diskusi teman-teman semua.
Di
surat terbuka tersebut ada dua pokok yang jadi bahasan utama, yaitu
HAM dan hukuman mati itu sendiri. Hak Asasi Manusia memang melekat
pada setiap diri manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Tapi apakah hak itu harus tetap dipergunakan dan
atau diperjuangkan di kala manusia-manusia lain mendapat akibat
negatif dari perbuatan manusia itu sendiri. Menurut pokok pikiran
saya, perbuatan-perbuatan negatif tidak memiliki benang merah dengan
HAM itu sendiri. Perbuatan-perbuatan tersebut memang memiliki akibat
kepada manusia lain di mana perbuatan tersebut tentu memiliki sebab.
Apapun sebab yang membuat seseorang berbuat negatif, tetap ada
pertanggungjawaban pada orang tersebut.
Dengan
pendidikan seseorang yang paling rendah sekalipun, setiap orang
memiliki bakal perbuatan negatif
sesuai kapasitas orang tersebut. Orang lulusan rendah tidak akan
melakukan kejahatan pembobolan dana nasabah, sebaliknya orang
pendidikan tinggi tidak akan mencuri ayam tetangganya. Dari logika
tersebut kiranya dapat dibuat kesimpulan bahwasanya perbuatan negatif
akan lahir dari setiap orang sesuai dengan kapasitas SDM yang
dimiliki orang tersebut.
Oleh
karena itu menurut saya sangat naif jika
hukuman mati dikarenakan akibat dari perbuatan seseorang dikaitkan
dengan HAM yang melekat pada orang tersebut. HAM memang melekat,
tetapi ketika orang tersebut normal secara perbuatan (tidak
melanggar hukum). Jika setiap
orang tetap dilekatkan HAM tersebut tanpa pandang situasi dan kondisi
termasuk perbuatan yang dilanggar orang tersebut, tentunya penjara
tidak perlu kita adakan. Karena penjara itu sendiri tentunya
melanggar HAM terlepas dari apa yang terjadi di dalam penjara itu
sendiri. Penjara melahirkan perilaku-perilaku pelanggaran HAM
dikarenakan memang dengan sudah in-cracht-nya
hukum terhadap seseorang, maka
beberapa hak milik orang tersebut ditanggalkan.
Hukuman
mati memang tidak 100% menyelesaikan masalah terhadap pelanggaran
hukum (dalam hal ini narkoba), apalagi berharap perbuatan tersebut
tidak dilakukan orang lain lagi. Hukuman mati juga tidak mungkin 100%
membuat jera orang yang melanggarnya dan orang lain yang bakalan
melanggarnya. Tetapi hukuman tersebut memastikan bahwa
ada negara di situ, negara
yang membuat hukum itu sendiri.
Bisa
dianalogikan seperti ini, di sebuah hutan yang lebat, di situ pasti
dihuni semua makhluk-makhluk ciptaan Tuhan. Pasti ada Tikus, Kancil,
Burung, Babi dan lain-lainnya. Di antara semua makhluk tersebut pasti
ada Si Raja Hutan. Raja Hutan ini sifatnya tentunya tidak selalu
keras, tetapi harus bisa mengayomi. Untuk periode tertentu tentunya
ia mengeluarkan taring yang ia punya demi tegaknya aturan. Tentunya
dengan tidak meninggalkan rasa welas asih dan mengayomi kepada warga
hutan. Begitu juga Raja Hutan di hutan-hutan yang lain, tentunya
harus memiliki kebijaksanaan yang sama. Tentunya setiap Raja Hutan
memiliki kode etik masing-masing yang amat sangat jangan
dilanggar oleh Raja Hutan lain.
Mungkin
pokok-pokok pikiran saya ini kiranya dapat dijadikan bahan diskusi,
terutama jika ada perbedaan pikiran dengan pembaca, sekali lagi ini
hanyalah pokok pikiran saya yang tidak perlu diperdebatkan. Mungkin
hanya cukup untuk ditukarkan dengan
sama-sama pokok pikiran juga.
Akhir
tulisan ini, sekaligus mungkin bisa menjawab Surat Anggun kepada
Presiden, yang tentunya saya tahu saya tak berhak membalasnya, karena
surat itu kepada Presiden. Tetapi mungkin cukup dijadikan Mbak
Anggun kiranya dapat
dipertimbangkan pokok-pokok pikiran ini.
Probolinggo,
27 April 2015
Tags:
coretan
0 komentar