Surat Rindu Untuk Cintaku
Rani,
kuakui kamu gadisku. Aku sudah mulai merindukanmu. Iya, aku yang
mengakui, dan aku tak tahu apakah kamu juga mengakuinya. Mengakui aku
lelakimu, mengakui engkau merindukanku. Aku tak pernah tahu.
Masih
lekat di ingatanku, malam itu. Di malam yang pekat hanya deru ac
mobil yang menemani kita, serta lamat-lamat suara musik dari tape
manual di mobil. Aku menyatakan kata yang tak pernah bisa aku buat
panjang. Kata yang hanya bisa kurangkai sederhana, melukiskan
onggokan kecil yang mulai meriap mengerjap di sudut hatiku. Kata yang
bagiku berarti dan bagimu aku tak pernah tahu.
“Aku
mencintaimu, seperti hujan yang tak pernah aku tunggu. Aku
mencintaimu, seperti kuncup bunga yang tak pernah dapat kuabadikan
dengan mata telanjangku hingga ia mekar memenuhi taman. Aku hanya
mencintaimu dengan sederhana, itu saja cukup.”
Hanya
kata-kata itu yang sanggup aku ucapkan padamu. Hanya kata-kata yang
sempat tertulis dalam larik jiwaku, malam itu. Hingga menimbulkan
keberanianku mengucapkan padamu, engkau yang selalu kueja merdu di
langit-langit kamarku.
Aku
takkan pernah berhenti untuk membahagiakanmu.
Jika
yang lain sebelum aku hanya nafsu yang melingkupi otak-otak jenuh
mereka. Jika yang lain hanya ingin merenda nikmat bersamamu, dengan
modal ranjang empuk yang mereka tawarkan padamu. Jika yang lain
menunjukkan segudang materi semu kepadamu, agar engkau lekat
memandang dan takluk kepada mereka. Aku ingin engkau bedakan aku.
Akulah
sang malam, yang selalu merengkuhmu ketika malam-malam lain
menggigilkanmu. Akulah sang pagi, yang selalu meneteskan embun
berbentuk rindu yang segera kutanam dalam sanubari indahmu. Akulah
sang siang yang takkan sampai hati menggantangkanmu dengan panas yang
akan menghunjam ulu hatimu.
Dan
akulah sang senja, yang selalu akan merona merah muda tanda cinta
untukmu.
Untukmu, yang selalu memangku kobaran merah di wajahmu
Tags:
puisi
0 komentar