KETIKA PERLAWANAN MENJADI CERITA
Masihkah kau dengar di radio?
Tentang seorang berandalan di bangku
terminal
Yang melawan nasib dengan
berpeluh-peluh nista
Untuk hidup yang tak pernah ia turut
campur
Melukiskannya
Masihkah kau lihat sebuah berita?
Tentang seorang mahasiswa di bangku
kuliah
Berteman buku yang berserak-serak
Yang tanpa tahu entah
Kapan ia akan membukanya
Masihkah kau lihat mereka
Pegawai-pegawai pemerintah berseragam
dinas
Yang mengeluh atas idealisme
Yang berteriak tentang kebenaran
kesalahan
Bahwasanya mereka adalah orang-orang
pilihan
Suatu pagi, aku datang di gedung-gedung
megah
;Milik mereka
Kudengar kicau dan bisik di antara
bangku-bangku
Yang mereka beli dari uang mereka, oh
Uang kami
Kudengar jua di antara deru suara mesin
pendingin ruangan
Dan speaker-speaker menggelegar
Hingga ujung-ujung daun bergetar
“SALAH APAKAH KAMI, WAHAI BAPAK!!!”
Masihkah kau dengar mereka, di ujung
telepon
Berbisik tentang pajak, tunjangan serta
beberapa ratus
Pekerjaan yang mereka pasang di pundak
mereka
;untuk mereka
Masihkah kau baca, tulisan-tulisan
mahasiswa
Di koran serta buku-buku baru
Yang tak pernah lagi seperti
Buku-Buku usang yang kumiliki
Mereka sudah lupa, tentang teriakan
perlawanan
Yang dulu sempat aku tulis di beberapa
larik
Sajak cerita dalam hingar bingar
demokrasi
Mereka lupa, bahwasanya pangkat itu
hanyalah
Sebuah pilihan pengabdian tanpa
keinginan yang lebih
Hanya sebuah aktifitas membunuh hari
Di kala semua orang sedang bingung
tentang segala yang ingin mereka beli
Masihkah kau tahu?
Berandalan itu masih ada di sana
Memetik gitar serta menghunus belati
Demi hidup yang sudah ditentukan di
sidang-sidang paripurna
Masihkah kau tahu?
Berandalan itu tak pernah menjadi
pencerita
Tetapi seorang pelawan di bawah rumput
yang teduh
Probolinggo, 19 Pebruari 2015
0 komentar