CINTA SENJA


Aku duduk di bebatuan tepi dermaga. Kala sore menyusuri malam, saat aku mengingatmu, beberapa tahun belakangan ini. Mengingatmu bersama senja, menapaki langit yang riuh, berteman gemuruh mendung di atasku. Ya kamu, yang pernah keluar masuk di kehidupanku yang sederhana. Yang menimbulkan buncahan hati di aroma pagi, siang dan malamku.

Kubaca buku sakuku, kuingat aku pernah menulismu, dan selalu kutulis rasaku padamu. Rasa yang tetap menggunakan logika beraturku. Rasa yang mungkin tak kan pernah hilang sebab kamu. Rasa yang selalu ada di sudut otakku, rasa yang selalu membuat mimpiku berisi, dan tak hilang kala pagi membangunkanku.

Kamu yang selalu ada di bayangku tatkala sejuk pagi menelusup selimut tebalku. Kamu yang menjadi penglihatan utama di langit kamarku, kamu yang selalu aku peluk dalam imaji, dalam tulisan layar ataupun dalam file komputerku. Dan kamu, yang menjadi kecintaan senjaku, tatkala matahariku sudah beranjak tenggelam di ufuk barat, dan tatkala semua pekerja, menyanggul tas dan melangkah pulang merasakan kepenatan sehari penuh. Dan tatkala itu, aku masih mengagumi akan aroma kemagisanmu, aroma yang pantas aku gilai mulai beberapa tahun lalu.


Aku ingat saat terakhir kita berucap dalam diam yang tak nyata, beberapa tahun lalu. Kamu tulis beberapa kata semu tentang perpisahan. Dan aku berkata “berkreasilah semaumu untuk sementara, karena kamu masih biru dan suatu saat biarkan aku yang memelukmu nyata, saat kamu membutuhkan sandaranku, yang sudah biasa kaudapat dariku”. Karena aku adalah sang pengejawantahan abadi cinta, yang takkan lekang oleh waktu dan kepahitan hidup, yang akan selalu menunggumu sampai senja benar – benar dibunuh malam, dan matahariku sudah takkan terbit lagi keesokan hari.

Sayangku, pahamilah cinta yang keluar bukan dari ketinggian nafsu, tapi dari muara hati yang tak pernah riak akan kedunguan. Cinta yang hadir dengan sederhana tanpa kauminta ataupun kupinta. Cinta yang terbiasa karena kebiasaan kita bercakap riuh. Cinta yang selalu bertalu rindu dan teratur, dan akan selalu memuja hadirmu di sudut terpencil hati dan otakku, dan mendatangiku dan menyergapmu saat sadar dan tak kesadaranmu dan semakin bertumbuh dan menghunjam dalam jantung kefanaanku.

Di senja yang bersemu lembuh gerimis hujan, aku ingin kamu tahu, aku masih tetap mencintaimu, mencintai tak semu. Mencintai lebih dari dulu saat di awal pertemuan kita, dan siluetmu selalu hadir di sudut kerumitan hidupku, tiap hari.

Dan kamu, semoga menjadi kecintaan senjaku, menjadi pendamping tatkala aku menikmati senja esok hari dan selama raga terisi jiwa di dunia fana ini.

Dan kamulah cinta senjaku.

Probolinggo, 29 Mei 2013 ( Dedicated to Ayu, a few years but not a little love )

Share:

0 komentar