CINTA YANG BEDA
Aku
pikir kamu berbeda, aku pikir kamu tak sama. Tapi setelah apa yang
kita jalani, terkadang semu terkadang nyata. Dan terkadang aku
dibuatmu diam teronggok di langit kamar, tanpa tahu apa yang harus
aku lakukan. Aku menjadi seperti arang tak bertuan, yang takkan
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Seperti musafir tanpa tujuan, aku
menjadi terdiam mendadak di separuh perjalanan.
Sejenak
aku menjadi ahli sejarah. Sejenak aku menguruti
perjalanan panjang kemarin. Sepertinya tak ada yang berbeda, hanya
aku tetap aku dan kamu tetap kamu, bukan kita. Perbedaannya hanyalah
kecintaanku padamu dalam diam, yang mungkin kamu tak pernah merasakan
itu. Kamu yang seperti kafilah yang terus berlalu, tapi kadang –
kadang membuncah riuh atas apa yang aku lakukan. Terkadang
memperhatikanku dalam hening kesunyian. Ya benar, terkadang, sedang
aku selalu mengawasimu dan memperhatikanmu, mencoba memberimu
kebahagiaan kecil yang berbeda dengan pria lain. Kebahagiaan yang
menurutku harusnya tak kau abaikan.
Harusnya
kau ingat kembali, aku menjadi ada untukmu ketika yang lain tiada.
Aku menjadi tiang peganganmu ketika kamu sudah tak menemukannya. Aku
yang tanpa sebab dan tanpa syarat, membahagiakanmu tatkala kamu
dihunjam jelaga kesedihan. Aku yang selalu akan menjadi aku, ikhlas
mendampingimu di segala cuaca.
Tapi
mungkinkah aku berjuang sendirian? Karena semua pengabaianmu? Ataukah
ini karena hubungan ketidakjelasan dan tak beraturan aku kamu?
Ataukah memang bulir otakmu sudah tertutup awan mendung keegoisan?
Hingga kau abaikan labirin – labirin hati dan logika serta
perasaanku padamu. Hingga kau menjadi lupa atas perjuanganku untukmu.
Ingatlah, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para
pejuang. Dan aku, berjuang untukmu, walaupun tanpa syarat tanpa
sebab, tapi masih pantaskah ini kau lakukan padaku?
Perjuanganku
mungkin hanya keinginanku akan penyatuan yang tak menemukan titik
temu, hanya titik nadir. Ketakjelasanmu menambah hitam aroma pagi
siang dan malamku. Kejelagaan perjuanganku, menambah buncahan tak
beraturan yang sulit untuk mengaturnya kembali.
Dulu,
kamu selalu mengajakku bercanda dalam pesan singkat. Tak nyata, hanya
dalam layar bening tapi jelas. Kita riuh bersama apapun keadaan yang
mengikat kita. Kita merengkuh nikmat malam dingin bersama walau
terpisah jarak. Kita saling bercerita tak semu, melantunkan bait –
bait kehidupanmu dan kehidupanku. Bersemangat dalam kondisi apapun,
tak menoleh kepada apapun, siapapun. Dan dunia seperti sudah kita
rengkuh, dan kitalah yang mempengaruhi dunia.
Kini,
kita hanya berkomunikasi satu arah, aku yang bersapa, bukan kamu.
Kumulai dengan pesan singkatku, kamupun tak bergeming. Kumulai dengan
candaan kecil, kamu seperti kehilangan tawa riuhmu. Kumulai dengan
aroma pagi, kamu hanya diam tanpa ucap, kuteruskan dengan teriknya
siang, kamu masih teronggok jemu, dan malamnya, hanya selimut yang
menjadi temanmu, bukan aku.
Aku
mulai bertanya pada diriku, apakah kamu punya perasaan kegilaan yang
sama denganku? Ataukah selama ini hanya aku yang terdalam
menyelamimu, tanpa kau balas nyata? Kamu memang benar – benar aku
rasa, namun aku
menjadi banyak pertanyaan akan perubahan besar dirimu, perubahan yang
bukan menjadi kamu mendulang rasaku, tapi melupakan rasaku.
Sebegitukah cepat dirimu melupakan kegilaanku padamu? Tanpa kau
peduli sakitnya asa dan hatiku, sebab kamu.
Namun,
harus kamu tahu, pengabaianmu tak menghapuskan cintaku padamu.
Kegoresan luka yang kau torehkan padaku, tak membuatku berhenti
mencintaimu. Tapi, bagaimanapun aku harus menatap dan melangkah ke
depan. Karena menunggumu sama saja membunuh indahnya malam,
menghilangkan asa hidupku jika aku terus berjalan di tempat sembari
mengawasimu. Menunggumu sama saja dengan mengundang semut hitam di
sekujur kakiku, yang bahkan akan menjadikanku malas mendayung perahu
untuk mengarungi hidup yang ada di depan mataku.
Dan
aku, ucapkan selamat tinggal, aku doakan proses hidupmu selesai
dengan cantik, aku akan terus melangkah dan tetap berdoa, semoga kita
bertemu di jalan depan tanpa ada buncahan tak jelas darimu dan
dariku. Dan berdoa semoga aku kamu akan menjadi kita.
Probolinggo,
24 Mei 2013 10.26 PM
0 komentar