SUDAH JAUH LANGKAH
Apa
kau tak ingat langkah kita sudah semakin jauh? Apa kau tak peduli
dengan apa yang kita lakukan bersama? Dan itu bukan kemarin sore.
Atau selama ini aku hanya berjalan dengan bayang – bayang semu?
Yang tak tahu arti rasa yang bertalu rindu, yang tak pernah berjelaga
dalam malam cekat sebab rindu.
Dalam
jarak yang seperti dekat tapi jauh, dan seperti jauh tapi dekat,
apakah kamu rasa apa yang menjadi rasa liarku? Apakah kamu tahu bahwa
walau diam tanpa ucap, aku masih bisa ucap melalui tulisan –
tulisan malamku? Dan apakah kamu masih ingat, tulisan – tulisanku
yang bercerita tentang kamu? Atau kamu menjadi seorang pelupa
mendadak?
Dan
dalam keadaan seperti ini, masih pantaskah aku mendoakanmu dalam doa
di malam sepi? Dan masihkah aku harus menunggumu saat kau tak tahu
ada seorang bisu yang menunggumu dalam diam tapi memiliki alur jelas?
Masih pantaskah dirimu aku rapalkan dalam doa, aku sebut dalam sujud
sepertiga malamku?
Apakah
kamu juga tahu, aku yang hanya bisa berucap melewati layar tanpa
mimik rasa, dan hanya bisa mendoakanmu dalam keheningan hati.
Pastinya kamu tak tahu, bahwasanya aku ingin memelukmu, menjadikanmu
pengisi nyata hariku, bukan tempat persinggahan, tapi menjadi tempat
tinggal abadimu. Dan aku tak yakin ketidaktahuan kesengajaanmu yang
tanpa alasan, apakah memang dirimu yang aku kenal atau hanya seorang
tuli yang tak menyediakan kesempatan berteriak riuh dan bersambut tak
jemu untuk sesuatu yang seharusnya kamu lakukan.
Sahabatku,
aku heran seperti keledai di padang tandu. Aku buncah tak liar,
melayang tanpa angin sebab kamu. Kamu yang lama kukenal seperti asing
di langit malam. Seperti penjajah yang tak dinyana, dan seperti
penjudi di sabung ayam, tiba – tiba saja mengurungku dalam
pendiksian yang tak biasa.
Keherananku
mengakibatku menerka sebuah skenario hebat, tentang kamu, dia dan
mereka. Mengira akan hal yang tak biasa dari kamu, mengira sesuatu
yang tak jelas alurnya. Dan satu – satunya yang baru aku tahu dari
kamu, pengejawantahan diri yang tak biasa.
Ah,
sudahlah, aku tak mau mengira, karena perkiraan kecil adalah sebuah
kekanak – kanakan. Perkiraan dan perasaan berbeda jauh, serupa tapi
tak sama. Perkiraan hanya membuat rumitnya tali persahabatan.
Perkiraan membuat rusak dan tak indah lagi perbedaan. Perkiraan
membuat burung hantu yang biasanya diam tak berisik, menjadi terbang
kesana kemari tanpa tujuan.
Dan
(masih) tentang perasaan, rasaku padamu masih seperti dulu. Tak kan
kubiarkan waktu menderaku, dan ucapan malam tak jelas menghancurkan
mimpi indahku yang akan berwujud nyata. Tak kubiarkan hatiku terdera
oleh kamu yang bukan kamu. Dan pastinya, tak kubiarkan kegilaan
indahku menjadi tak berujung sebab gonggongan hitam yang kasat mata.
Sampaikan
saja salam padanya, mereka atau siapapun yang mencoba mendera.
Tunggu
saja waktu datang menjemput, dengan sebab tanpa rindu, menjadikan
lurus tali hitam pekat yang pernah terikat antara aku, mereka atau
dia.
Dan
aku berkata sebagai laki – laki yang menyingsingkan baju untuk
kebaikan yang aku pandang baik menurut Tuhanku, bukan kamu.
Probolinggo, 5 Mei
2013 10:11 PM ( kau tunggu saja waktumu,mereka ataupun dia )
0 komentar