TONG SAMPAH DAN KARDUS KECIL

"Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013."



Ah, tong sampah itu lagi. Sebenarnya aku tak ingin melewati jalan ini, tapi jalan satu-satunya di kampungku. Tiap aku berangkat menjemput rupiah, pasti selalu lewat sini, memaksaku bertemu tong sampah ini.

Hei, tak sadar sudah hampir tujuh hari, tong sampah ini tak pernah diurusi abang tukang sampah yang biasanya tiap pagi datang sambil bersiul – siul kecil. Seperti tanpa beban saja. Dan ini memaksaku melihat tong sampah ini lagi.

Bukan tanpa sebab aku membenci tong sampah ini, beberapa hari yang lalu aku membuang kardusku di sini. kardus kenanganku, kenangan dia yang membuat tak jelas hidupku. Yang membuat malamku penuh dengan igauan tak jelas. Ah, membuat luka malam saja. Dengan santai tanpa dosa, cukup sms “Ky kita putus...” Melupakan perjuanganku, memicingkan mata tak tersirat kenangan manis antara kita.

Dan sebab itulah, aku ngumpulin barang – barang yang pernah dia kasih ke aku. Barang - barang yang akan menjadi kenangan, tak perlu kukenang, sebab cinta itu sudah tak patut untuk aku ingat lagi.

Ada bunga edelweis yang kami dapat dari Bromo, ada buku saku cerita cinta kami, ada boneka beruang kecil dan yang paling menjengkelkan adalah barang yang kami dapat selembar uang 10 rupiah, kami tulisi nama kami. Berkilo – kilo meter kami susuri hanya untuk mencarinya, dengan santainya dia memutuskanku tanpa penjelasan.

Malam saat perjalanan pulang kerja, mendadak sms tentang keputusan cinta kita. Sepihak dan tanpa penjelasan. Pikiranku kalut malam itu, sempat terbersit untuk mengakhiri hidup saja. Tapi, Hei, hatiku tak menerima itu, untuk apa aku meregang nyawa untuk seseorang yang sudah tak menganggapku ada, tak mengharapku, dan tak merasa pernah bersama sebab cinta.

Tak terasa angkot langgananku sampai depan rumah, segera berlari masuk rumah, tak peduli siapapun yang ada. Aku masuk kamar, kukemasi barang – barang itu, di meja riasku, di atas buffet, dan dalam lemari, semuanya, berniat menghapus tentangnya, yang telah menimbulkan gelombang tak jelas di dalam hatiku, seperti kotak kecil dalam ruang yang sunyi, seperti katak di dalam kardus dan seperti musafir tersesat di dalam gua. Menjadi tak sadar seperti dalam kotak kecil di dalam gua sunyi yang hanya dapat melihat dari sebuah lubang kecil.

Sejurus kuseka air mataku, kuberniat menghapus kenangan itu. Tak mungkin aku tak melanjutkan hidup, tak mungkin aku semu, karena dia sudah tak mungkin kuharap. Tapi, tak semudah membalik telapak tangan, begitu banyak kenangan tersimpan dalam sudut lemari hatiku. Terlalu banyak yang kami lalui bersama.

Beberapa hari aku lalui tanpanya, Aku mulai bisa melupakannya, dan malam itu, kumulai hapus semua di otakku, tentangnya. Kumulai dengan menghapus nomornya, mengumpulkan barang yang menjadi kenangan, bunga edelweis, buku saku dan sebagainya, kumasukkan rapat – rapat ke dalam kardus lusuh, kukelilingi dengan selotip hitam, dan siap kubuang keesokan harinya. Ya di tong sampah ini, yang masih gak diambil oleh bapak tukang sampah biasanya, membuatku kembali mengingatnya.

Ah, semoga saja bapak itu segera membuangnya, hingga aku tak mengingat – ingat lagi. Karena dia sangat cocok ada di tempat sampah, daripada menyampahi sudut hatiku yang telah terluka akan perlakuan yang tak pantas dari seorang yang kucintai.

Share:

0 komentar