Ketika Cinta dan Misteri Berlomba
--Cinta
Wahai Misteri, Kenapa kau
berlari? Apa yang kau kejar? Bukankah kau tak perlu mengejar, apalagi
mendahului langkahku. Aku masih sabar menghitung setapak demi setapak
jalan yang sudah tertulis semenjak engkau belum lahir. Aku masih
merangkai, kata yang dulu terhempas dan tak pernah terpias di
langit-langit merah, milikku.
Aku memang bisu, tapi
bukan tak bisa berkata. Aku memang diam, tapi di dalam kesunyianku
Dia pasti tahu dan tak perlu kau tahu. Aku memang pengelana, yang
selalu merunut jalanan sepi demi meleburnya jiwa ke dalam Jiwa yang
Hakiki. Karena aku adalah Manunggaling Kawulo Gusti!
Yang selalu akan tahu prahara di depanku, yang selalu bisa merasa,
tentang belati tajam yang kau lemparkan padaku. Yang selalu waspada
akan hujan dan petir yang nanti kau timbulkan untukku. Aku Pasti
Tahu!
Kepadamu
Misteri, tak usah kau buka topeng keabadianmu. Tak perlu kau tulis
surat dalam lembaran merah demi agar aku menoleh padamu. Tak perlu!
Karena aku akan terus melangkah, menjalani apa yang Dia gariskan
untukku.
--Misteri
Wahai
Cinta, kenapa kau takut? Apa yang kau takutkan? Bukankah engkau sudah
bisa melebur bersama Jiwa Penggenggam Makhluk. Bersabarlah, karena
aku hanya menjalankan peran yang ditulis untukku dan untukmu. Aku tak
akan mengganggumu merangkai kata yang dulu sempat kuambil darimu. Pun
aku tak akan menggila dengan over acting
kepada semua orang, apalagi kepadamu demi sebuah perhatian milikmu.
Tidak! Sekali lagi aku katakan, aku takkan mengganggumu karena aku
adalah Misteri yang tercipta untuk mengisi dunia, duniamu dan
duniaku.
Kita
sama-sama bisu, tapi kita juga sama-sama bisa berkata. Kau kan tahu,
diam tak selalu diam, sunyi tak selalu sunyi. Karena di dalamnya
terhampar berbait-bait sajak yang menggambarkan tentang jiwa-jiwa
kita, yang tak pernah kosong oleh nafsu dan keinginan serta seonggok
kebutuhan. Aku tak bisa sepertimu, karena aku hanyalah sebuah misteri
yang Dia ciptakan. Aku akui, aku telah memberimu duri-duri tajam
serta belati yang kuasah di dalam lidah api. Tapi, jika engkau
mengetahui sebelum aku, sungguh aku salut padamu, bahwasanya
engkaulah pemegang Basyiroh milikNya yang sempat Ia pinjamkan
kepadamu.
Kepada
Cinta, berjalanlah tak usah kau toleh di belakangmu yang pasti akan
terisi olehku. Karena jika itu engkau lakukan, aku pastikan akulah
yang akan sampai di garis finish mendahuluimu. Aku pastikan jika itu
terjadi, derajatmu akan hancur lebur bersama pasir-pasir kering
kerontang di padang tandus.
Tags:
puisi
0 komentar