Beberapa Saat Setelah Kita Menjalin Kisah

Aku berdiri, tak jauh dari tempat pertama kita bertemu. Aku mengingat-ingat, apa yang pernah dulu kita lakukan. Aku mengingat juga, topik bahasan apa ketika aku pertama melihatmu hingga aku mengenalmu. Sebelum mengenalmu, ini adalah tempat biasa bagi semua orang. Tempat ini bukan tempat spesial. Tapi, di tempat ini aku melihatmu dan merasakan getaran spesial dari matamu menusuk-nusuk hatiku. Di tempat ini aku menemukan sebuah kilatan yang aku tak mau buru-buru mengatakan itu adalah cinta. Di tempat ini, aku mulai merasakan indahnya lekuk tubuhmu, serta senyumanmu dengan gigi berbehel panjang. Tapi, bagian paling penting adalah, ketika aku mendengar suara indah yang keluar dari bibir mungilmu.

Aku mengenalmu begitu cepat. Seperti yang kau tahu, aku lelaki yang sangat bosan untuk menunggu. Tak pernah aku berpikir panjang untuk urusan cinta dan sayang. Singkat kata, aku segera mengejarmu. Sehari, dua hari hingga seminggu aku mengejarmu. Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti mengejarmu. Aku merasa, sepertinya cintaku bertepuk sebelah tangan. Kamu tak pernah membalas kejaranku. Kamu tak pernah membalas tulisanku dalam layar singkat yang sering aku kirimkan kepadamu. Tak pernah!!

Tapi, dua minggu setelah itu ternyata perasaanku salah. Aku salah menilaimu. Dua minggu penantianku, berganti kamulah yang mengejarku. Maaf, lebih tepatnya kamu membalas pengejaranku. Kamu mulai menulis selarik kata dalam layar singkat yang selalu aku tunggu. Percakapan-percakapan singkat antara kita mulai terjadi dan intens. Singkat kata, akhirnya raga bertemu raga, kita bertemu dalam tempat dan waktu secara spontan. Hingga akhirnya menjalin kisah. Kisah nyata antara aku dan kamu, menjadi kita yang satu.

Waktu pun bergulir. Naluriku mulai mencoba menyamakan dengan nalurimu. Kita sangat berbeda, hingga terkadang menyamakan naluri itu aku mengalami kesulitan. Namun, aku tak pernah berhenti untuk mencoba. Bukankah cinta akan selalu menyamakan semua hal?

Hingga saat ini, aku merasakan perbedaan itu. Kamu yang pendiam jarang mengucapkan kata “sayang” padaku. Kamu lebih sering bercerita tentang kesulitanmu menjalani hidup. Kamu lebih sering bercerita permasalahanmu daripada permasalahanku. Sepertinya aku hanya menjadi teman curhatmu daripada menjadi kekasihku.

Aku mendekat dan duduk kembali di tempat pertama kita bertemu. Aku pejamkan mata, mengingat-ingat tentang aku, kamu dan kita yang dulu. Kalau boleh jujur, aku masih menyayangimu. Tapi aku tak pernah tahu, apakah kamu juga masih menyayangiku saat ini. Setelah beberapa waktu kita menjalin kisah, jurang perbedaan mulai menyeruak dan menguar antara kita. Dadaku terasa sesak. Sisi lain aku masih ingin bersamamu. Tapi, sisi lain, masih pantaskah aku di sampingmu? Masih samakah kamu seperti dulu? Serta, masih pantaskah kamu aku perjuangkan ketika terkadang aku merasa kamu abaikan?

Pipiku menjadi basah. Bulir bening mulai bergerak turun. Jangan kau paksa aku mengakui bahwa ini adalah air mata, sebab kamu takkan pernah tahu rasanya diabaikan dan tak kau pedulikan.

Haruskah kamu aku tinggalkan ketika aku sudah berniat meninggalkan semuanya sebelum aku bertemu denganmu?

Aku menjadi seperti ini sebab kamu tak pernah menunjukkan ketulusan lagi. Aku akui, dulu aku menilaimu ada ketulusan dalam hatimu yang kau tunjukkan padaku, tapi setelah beberapa saat kita menjalin kisah, ketulusan itu mulai luntur kamu ganti dengan keinginan-keinginan yang menurutku semu.

Kamu sudah mulai tak percaya padaku. Semua orang tahu, Cinta dan Kepercayaan adalah satu kesatuan yang hakiki. Engkau takkan dapat mempercayaiku jika cintamu padaku hanyalah gurauan belaka. Aku akan berhenti mencintaimu jika rasa kepercayaanku padamu telah musnah tersapu.

Apakah takdir kita sudah jelas? Apakah tidak ada sela lagi yang harus kita isi? Apakah rasamu padaku hanya ambigu? Atau hanya aku yang menganggapnya terlalu pilu dan semu?

Kubuka kembali mataku, dan aku masih duduk di sini. Menunggumu. Menunggu balasan layar singkat yang tadi sempat kukirim padamu, serta menunggumu kamu datang di sini mengucapkan sebuah kata yang tak panjang.

Apakah kita akan berpisah di sini atau kita akan melanjutkan kembali kisah kita?

Untukmu yang sekarang berbeda hingga aku juga berbeda

Share:

0 komentar