SESUATU DAN SEKETIKA
Seketika aku mengenalmu, seperti
sesuatu yang baru aku tahu. Hanya berbekal 8 digit kombinasi aku cukup
mengenalmu, kala itu. Dimulai dari tempat yang memang sudah lama aku cari.
Tempat di mana aku bisa mengisi waktuku, menyelesaikan pekerjaanku dan di situ
aku mulai mengenalmu.
Aku jadi rajin datang ke tempat
itu walaupun hanya sekedar melepas penat yang menderaku. Penat itupun hilang,
setelah melihatmu. Tatapanmu laksana tukang urut di kampungku, melepaskan penat
yang menggantung di sendi-sendi sekujur tubuhku. Tiap saat di tempat itu, aku
lihat kamu, mondar-mandir membawa nampan berisi minuman, yang pasti kamu
sajikan kepada tamu, tidak hanya untukku. Ahh, jadi pingin mondar-mandir di
hatimu seperti setrikaku yang aku punya.
Rasa kagum mulai menelusup di
punggung-punggung hatiku. Labirin-labirin hatiku mulai merasakan itu. Walaupun
aku tahu, belum tentu kamu merasakan hal yang aku rasa. Tanpa sepengetahuanmu,
tanpa persetujuanmu, aku hidup dalam bayanganmu. Semua berjalan seperti biasa,
sebiasanya aku minum kopi favoritku di tempat itu dan aku semakin menikmati
kedekatan itu, laksana kopi yang aku nikmati tiap hari, yang tidak pernah aku
takuti untuk kunikmati.
Aku takkan pernah takut
mencintaimu, walaupun itu tak mungkin aku ucapkan dengan perkataan lisanku,
karena memang sulit untuk diucapkan. Laksana hujan yang tak pernah takut untuk
turun, dan selalu dibayangi oleh awan sebelumnya dan laksana air laut yang
mengalir mengikuti gelombang.
Percakapan-percakapan itu, laksana
harum melati yang sudah lama aku tahu, walaupun belum tentu kamu tahu. Rasa ini
tulus adanya, dan aku tidak menuntut atas apa yang aku lakukan dalam
bayanganmu. Percakapan-percakapan itu semakin aku nikmati, baik offline maupun
terkadang kita bercakap online. Ah, baik tulisan maupun suaramu seperti racun
dalam dadaku yang takkan hilang walaupun antibiotik seduniapun disuntikkan
kepada tubuhku.
Aku tahu kamu begitu unik, sampai
aku sudah lupa bagaimana cara menghapus mantan-mantanku yang dulu agar aku dapat
menghapusmu dari memoriku. Selain itu kamu juga lucu, benar atau tidak aku tak
peduli, yang aku tahu kamu sering beraroma warna ungu, warna yang menurutku
kesukaanmu. Kamu semakin lucu, apalagi kalo amarah menderamu. Aku rasa baru
kali ini aku dimarahin kamu tetapi aku sendiri masih merasa kamu tetap lucu.
Dengan indah, kamu membuka mataku
dengan pandanganmu, sampai-sampai aku benar-benar tak mengerti kenapa aku bisa
menggilaimu. Tidak mungkin kamu tidak tahu, karena aku selalu hadir di tempat
kamu menghabiskan malam. Ahh, kamu bagaikan gula untuk kopiku, pahit rasanya
tanpa kamu.
Aku tidak seberapa tahu, “How Old
Is Your Soul?”, berapa jauh dirimu sudah terbang? Yang aku tahu hanyalah
kemisteriusanmu, teka-tekimu. Aku hanya tahu, kamu memiliki tongkat yang selalu
bersamamu, walaupun sampai saat ini aku tidak pernah mendengar klaim dari
mulutmu, kalau itu benar-benar tongkatmu. Tongkat yang akan selalu menuntunmu
di saat suka maupun duka. Aku tak peduli itu, karena aku benar-benar
menggilaimu.
Ahh, aku tak peduli itu, seperti
dalam lagu kesukaanku, “I Won’t Give Up”, itu yang aku lakukan, walaupun
selamanya aku hidup dalam bayanganmu. Dan selama itu pula aku yang ada kamu
anggap tiada, aku terima itu. Menikmatimu dalam kesendirianku aku rasa sudah
cukup. Dan keyakinanku, tidak mungkin kamu tidak tahu dan tidak merasakan,
karena rasa ini walaupun biasa, masih cukup menggetarkan singgasana hatimu.
Aku akan terus belajar
memahamimu, seperti matahari yang terus berusaha menerangi singgasana manusia
di manapun berada. Aku akan terus berusaha mengenalmu, sekalipun hanya lewat
bayanganmu, karena tanpa bayangan, aku yakin semuanya di bumi ini tidak
dinamakan benda.
Yah, mengenalmu adalah sesuatu
dan seketika. Sesuatu di hatiku dan seketika waktu itu berjalan. Sesuatu aku
bayangkan dan seketika aku jalankan.
Memang, dirimu adalah sesuatu dan
seketika bagiku.
Probolinggo, 10 Maret 2013, 03.15
AM
Dedicated to my friend (new inside) for something that I knew from you.
0 komentar