MASIHKAH KAMU SEPERTI PERTAMA AKU KENAL (Part 1)



Aku ingat malam itu, di balik meja – meja rumah kopi, di antara gemericik gelas – gelas kopi  di atas nampan lebar. Aku terpesona dengan wajahmu. Wajah yang menurutku bisa aku gilai suatu hari. Sekali dua kali, wajahmu biasa saja, namun kurasa unik ketika dalam – dalam aku tatap. Terasa syahdu membuat hati ingin menggaduh. Terasa ramai tatkala tatapanmu nanar kepadaku.

Aku terbiasa dengan kesendirian, namun denganmu kebiasaan itu hilang. Seperti kopi tanpa gula, seperti korek tanpa api, tanpa menatapmu seperti hampa dalam sanubari. Saat itu beribu pertanyaan muncul dalam otakku, siapakah kamu. Siapakah dirimu, yang membuat bergoyang telinga hatiku. Ah, mungkin ini hanya perasaan saja aku rasa. Perasaan kagum saja, seperti burung camar yang gembira menemukan ikan di laut biru.

Aku tidak tahan menunggu, segera aku gunakan strategiku, untuk cari tahu kamu. Ternyata sangat sederhana, kamu orang yang lahir setelah temanku. Kamu orang kesayangan temanku. Jadi mudah bagiku menggilai kamu.

Seiring detik jam itu berjalan, kukenal kamu dengan riuh. Aku ingat tatkala kita bersua, berjabat tangan. Halus tanganmu kurasa, seperti tatkala aku usap bulu kelinci peliharaanku. Namun, kamu bukan kelinciku, walaupun kamu seperti kancil yang kurasa. Tatapanmu, bicaramu, mimik gerakmu membuat alisku beriak-riak ria. Seperti riuhnya bebek di dalam sungai, seperti ramainya burung di angkasa tatkala terbang beriringan dan seirama.

Ah, cepat aku tahan rasa itu, karena aku tidak ingin kecewa lagi. Pertama kali kita salah itu biasa, yang kedua itu bodoh, dan yang ketiga sama dengan keledai. Aku bukan keledai, aku tidak ingin menjadi keledai. Aku tak mau jatuh di tempat kebencianku, yaitu cinta. Namun semakin lama aku jadi semakin gila padamu. Gila tak berujung yang menjadikanku berjelaga jika tak bertemu.

Kamu pertama kukenal, seperti merasuk otakku, menghujam di sendi – sendi tulangku.

Kukenali kamu dengan biasa, tak sengaja aku menjadi tak terbiasa tanpamu.

Aku tahu kamu mandiri, tapi apakah dengan kemandirianmu kamu tak butuh pria di sampingmu?

Aku memahami kamu sejak pertama aku kenal, dan keramahanmu itulah yang membuat kesan di hati yang biru, seperti aku cinta kopi di rumah kancilmu.

Dan Kukenali kamu.

Probolinggo, 28 Maret 2013, 09.04 AM

Share:

0 komentar