UNTUK SAHABAT KEGILAANKU



Aku tulis ini bersama keterbatasanku akan ide judul. Namun, kegilaanku padamu masih tak terbatas. Walaupun aku tahu, kau sudah semakin gila dengan yang lain. Kecintaanmu yang harusnya untukku, ternyata kau pilih dia atau mereka dengan kehisterisanmu. Seperti pengelana yang menemukan seonggok emas, itulah cintamu saat ini yang bisa aku nilai namun tak mampu kupahami.

Aku hanya bisa mendekapmu walau tak berjumpa. Menembus ilalang, sembuhkan malam untuk datangnya pagi. Ketika burung berkicau pagi, aku ingin kamu tahu, lukaku sebentar dalam keterasingan, namun cintaku padamu seperti layang-layang yang rela terbang di udara. Menembus awan, walaupun angin sedang tak bersahabat.

Sahabatku, jikalau aku bisa menyalakanmu, itu akan kulakukan. Seperti sang pelaut menyalakan mesin perahu untuk memecah ombak malam. Seperti sang pertapa bangun dari semedi karena bidadari datang menjemput. Seperti pemecah kayu yang riuh rendah suara kapaknya terdengar dari balik pintu.

Sahabatku, apakah kebersamaan ini ilusi? Atau perlukah aku membandingkanmu dengan wanita – wanita lain? Yang bisa memberiku komunikasi dua arah, bukan komunikasi satu arah yang selama ini kau lakukan. Yang tidak cukup egois untuk memaknai antara aku ada dan tiada. Yang bisa memberikan kesembuhan luka, ketika pengabaian dan ketidakpedulian akan luka itu sendiri.

Ketika goresan hati ini menari semu, aku ingin kamu tahu bahwa diam dan bisu adalah bukan suatu solusi cantik yang harus ditempuh. Tapi, mudah mengambil keputusan tanpa pertimbangan adalah suatu neraka cinta, di mana perjuangan itu berakhir. Yang tidak akan direpotkan perasaan aneh karena semu, perasaan yang tidak akan meletup – letup lagi karena layar yang terkembang sudah kau turunkan.

Dalam hati semu ini masih muncul letupan – letupan tanya. Apakah kamu yang pantas aku tunggu? Apakah kamu juga tidak semu dengan kehadiranku? Apakah kamu harus tetap aku perjuangkan seperti perahu di laut yang selalu dijaga laju untuk datangnya ombak riuh?

Aku bukan petarung, tapi pecinta, tapi aku akan bertarung untuk kecintaanmu padaku. Karena jikalau ini bukan karena cinta, kenapa kita bisa hidup? Karena cinta dan kehidupan adalah sepasang pasangan yang selalu ada saling bergantung. Yang selalu memberi alasan untuk saling mendukung. Walaupun jarak pelangi sudah semakin jauh.

Namun, aku yakin. Suatu saat kamu akan mengerti ini. Di bawah rembulan rumah kopi kesukaanku, di antara deruan angin malam yang menantang. Di antara gelas – gelas kopi yang syahdu. Aku mencintaimu seperti burung hantu yang selalu ada tatkala malam datang. Seperti pertapa yang tidak tahu kapan datangnya siang dan hadirnya malam.

Sahabatku, aku ketakutan kedinginan dan sendirian. Berjelaga diriku setiap datangnya malam. Di manakah kamu saat itu? Mengapa kamu dulunya mudah kupahami, sekarang sulit untuk aku mengerti? Sepertinya kamu serius dengan goresan cintamu saat ini, hingga kamu lupa akan hal – hal yang membuat kamu aku istimewakan.

Sahabatku, berkreasilah semaumu, tapi jangan kau abaikan logika dan perasaanmu.

Sahabatku, lemparlah sauhmu, jikalau itu memang keputusan terbaikmu.

Probolinggo, 23 Maret 2013, antara pagi – sore yang semu

Share:

0 komentar