DI BALIK KEMUDI
Sore
itu di belakang kemudi.aku berlari dengan pasti, seperti kepastianku mengejar
sang misteri. Kulihat kiri kananku desa yang asri. Desa yang tanpa gejolak
berarti. Ahh.. indahnya sore ini. Tapi tak kupungkiri, aku masih merasa kamu
misteri. Pandanganku masih melihat di depanku, tetapi hatiku tidak. Jauh aku merasa
masih tetap cinta dengan kemisterianmu.
Dengan
santai kulaju roda besi ini. Sambil aku nikmati sebatang rokok kesukaanku. Yah,
rokok kretek lagi lah. Rokok yang slalu menemaniku saat apapun. Seperti kamu
yang akan menemaniku kapanpun, mauku sih.
Tak
terasa aku sampai di tanah kelahiranku. Pikiran melayang kepada kamu. Kamu yang
masih penuh cerita misteri. Yang aku rasa keunikanmu dari sekujur tubuhmu. Rasa
unik yang harus aku cari dengan perjuangan.
Beranjak
malam aku sruput kopi itu. Aku tau sih, itu bukan buatanmu. Rasa kantuk
sebenarnya telah menggelayut di mataku. Tetapi, demi keinginan menatap wajahmu,
aku tetap datang ke tempatmu. Wajah yang penuh cerita, baik cerita lucu yang
aku dengar sendiri darimu. Baik cerita sedih tentang kesedihanmu. Apalagi cerita
kecintaanmu walaupun membuat hatiku pilu, tetap aku dengar.
Ahh,
aku merasa ada yang berbeda di matamu malam itu. Wajahmu sudah tidak ceria
malam itu. Ya, walaupun aku tahu, kamu mudah bahagia kamu mudah sedih, tetapi
wajahmu bagiku tetap memiliki kesan yang membuat hatiku bahagia. Sibuk sekali
kamu malam itu, sampai kamu susah melihatku. Kesan capek, remuk dan sebagainya
tampak di matamu. Ku message kamu, gak dibaca. Tapi ya sudahlah, mungkin kamu
lagi malas membacanya. Tapi masih gak bosan rasanya memandangmu
Kupandangi
sekali lagi sebagai tanda pamitku, kamu masih saja bisu. Ya sudahlah, kantuk
ini sudah tidak bisa aku bendung. Aku duduk lagi di belakang kemudi, dan
berharap aku suatu saat mengemudikanmu.
Kurasa
aku masih tetap harus berjuang untukmu, karena kamu masih pantas aku gilai. Perjuangan
ini akan berakhir jika kamu menginginkannya. Cinta ini pastinya berakhir pula
sesuai dengan kemauanmu.
Di
balik kemudi ini, aku masih mendoakan kebahagiaanmu. Mendoakan hatimu, hidupmu
karena hanya inilah yang bisa aku lakukan saat ini.
Kurasa
aku menggilaimu, seperti aku mencintai rokokku
Kurasa
aku menggemarimu, seperti aku menggemari kopi di rumah kancilmu
0 komentar