Sajak Kecil Untuk Sajak Yang Belum Usai
Pagi, menggigil sunyi, laksana tembikar
tak jadi
Selaksa embun sembilu daun, bisu
Entah esok atau kapan nanti aku tak
tahu,
Akankah lembar-lembar daun bisa
kukumpulkan lagi?
Pada malam aku tergugu, pada hening aku
meneduh hingga
Subuh dingin digantikan pagi gigil
Dan matahari tersembul di pucuk cemara
;Apakah esok senja bisa kunikmati?
Telah kutengadahkan kedua tanganku
serta
Kutuliskan doa di antara kicauan burung
hantu yang
Terdengar lamat serta tak riuh
Belum cukup dan belum langsai
kutuliskan
Sebuah cerita entah narasi bahagia
ataupun duka
Pun tentang air mata dalam wujud sajak
indah
Yang sempat kutulis kemarin pagi hingga
senja menjelang
Ricik kali di pagi buta
Membentuk jalan setapak yang tak tentu
arah
Entah muara ataupun antah berantah
Mungkin laut atau hanya berhenti di
tepian
Yang kutahu, semua takkan bisa
memudarkan asa yang belum langsai
Disini::
Sendratari di musim kemarau; telah kita
ciptakan
Membentuk adegan-adegan yang
tersembunyi, di pagi hari
Seperti yang pernah kita karang dulu,
entah
Apakah narasi bahagia ataupun senja
jelaga
Dan ingin kuulang
Dengan lembaran baru cerita baru
Bersama buku yang sama
Namun, dengan cerita berbeda
Tentang larik yang bisa berbeda
Tentang bait yang berserenada
Tentang sajak kecil untuk sajak yang
belum usai
::Yaitu aku, kamu, kita, mereka dalam
nafas kehidupan
Probolinggo, 30 Desember 2013
Untuk beberapa sajak yang belum usai
Tags:
puisi
0 komentar