APAKAH SEMUA WANITA SEPERTIMU


Hari masih pagi, ketika aku terbangun dari mimpi, mimpi yang biasa saja, dan sudah tidak tentangmu. Mimpiku, hariku dan semua aktivitasku sudah tak terisi lagi tentang keterpanaanku padamu. Sudah tak terasa gila lagi mengingatmu, dan sudah tak pernah menghiasi sudut – sudut terpencil otakku.

Masih kuingat, tapi takkan kukenang pilu kisahku denganmu, yang kamu sendiri tak terasa penting untukmu. Dari awal, aku tak terlalu mencintaimu, karena itu akan membuat luka yang menganga dalam di hatiku. Aku biasa saja walaupun bersua denganmu semakin sering menjadi terbiasa, tapi aku tetap biasa saja, dengan atau tanpamu. Karena cinta yang hanya berbalas melalui status message, aku yakin itu hanyalah keisenganmu. Hanyalah bualanmu, yang sepertinya mengharap kehadiranku, tapi itu bisu. Dan kamu silakan saja dengan pilihanmu, dan tak kurasa sakit hatiku, dengan atau tanpamu seperti yang biasa aku lakukan mulai terjaga hingga aku kembali ke peraduanku.

Aku merasa dewi fortuna masih berpihak denganku, sehingga aku sudah tersadar, bahwa kamu bukanlah cinta yang aku perjuangkan. Cintamu semu walaupun tak sama dengan cintaku. Kamu terlalu naif hingga tak menghargai ketulusanku, tak memberi ruang yang cukup untukku. Kamu seperti seorang ratu, yang hanya memandang cinta dengan kemasan mapan, yang bisa kaubanggakan tanpa kaulihat kedalamannya, apakah masih bisa kaurenangi atau tidak. Kamu merasa cukup dengan hanya melihat bungkus raga, tanpa kau rasa jiwa. Kamu takkan pernah tahu, yang kaulihat dengan bungkus emas hanyalah sekam yang patut dibakar, kapan saja dan dimana saja.

Ketika kamu pun sudah menemukan tautanmu, tatkala jalan yang sedang aku buat untuk menelusuri kepadamu belum usai, akupun tak sakit hati, karena hati ini tidak untuk disakiti kamu. Hatiku bukan aku siapkan sepenuhnya untuk cintamu, karena Tuhanku adalah dzat yang paling tepat untuk itu.

Hatiku terlalu berharga untuk memikirkanmu, memikirkan hal – hal kompleks saja, masih kurang ruang, bahkan sudut – sudut terpencil saja yang dulu aku isi buat kamu, sudah aku isi hidupku yang penuh liku, penuh imaji dan penuh pertarungan nyata. Kekurangan itu baru aku rasa sekarang, kalo ruangan itu tak cocok buat kamu tinggali di otakku. Ruangan itu terlalu lebar untukmu, hingga seperti tak ada dirimu walau sudut itu sudah aku siapin buat kamu. Ternyata ketidakcocokan itu berbanding terbalik dengan kegilaanku, tapi itu dulu. Tidak, aku sudah tidak gila padamu.

Kujalani hari seperti biasa, dan akan biasa – biasa saja. Tak perlu aku membuncah liar, karena bukan kamu meninggalkanku, tapi aku. Aku yang lebih memilih berjalan tanpamu, karena kamu kurasa menggelapkan jalanku. Jalan yang seharusnya sederhana kau buat rumit, kau buat berliku. Kau buat seperti berjalan di padang tandu, yang sebenarnya tanpa lampu penerang saja bisa, kau bikin gelap, kau bikin tak jelas karena kamu terlalu bermain – main dengan pikiranmu, bermain – main dengan imajimu yang tak jelas alurnya. Dan selalu tak jelas.

Tetapi satu pertanyaanku, apakah semua wanita sepertimu? Yang selalu bermain – main dengan sesuatu yang tak jelas? Padahal kejelasan itu selalu didamba setiap orang. Tanpa membuat gantung, lebih bahagia daripada menjadi kasat kejelasan, walaupun itu buruk, lebih baik berlaku jelas daripada berlaku buram. Atau hanya kamu yang seperti itu?

Biar sajalah, terserah kamu lakukan sebiru hatimu saja. Aku takkan mengikuti permainanmu, karena ukuran dewasa tidak dari umur, tapi dari tingkah laku, dari cara berinteraksi karena itu menggambarkan otak kiri kanan seseorang. Biar saja kamu bermain – main dengan caramu, aku tetap berjalan yakin, tanpamu dan tanpa keburamanmu.

Dan aku akan tetap hidup normal untuk menemukan pengisi lain sudut terpencil otakku.

Probolinggo, April 2013

Share:

0 komentar