KAPAN AKU LUPA


Aku tak tahu semua berlalu begitu cepat. Kamu tidak pernah menjelaskan padaku, mengapa kamu memenuhi sudut langit – langit kamarku tiap hari. Mengapa juga kamu membuat sudut terpencil di otak kanan dan kiriku sesak. Dulu setelah melihatmu, kemudian mengenalimu, lalu tiba – tiba juga aku menggilaimu kemudian mengagumiku. Begitu Cepat, dan belum pernah kamu menjelaskan padaku.

Dalam kebisuanku, aku lakukan dengan diam – diam. Sederhana aku mencintaimu, diam – diam aku mencintaimu. Aku memang pandai menyembunyikan kekagumanku padamu. Begitu sunyinya laksana pelosok hutan yang hanya terdengar nyanyian burung. Tanpa kamu rasa mungkin, bahkan kamu pun tak tahu kalau aku begitu menggilaimu. Bahkan sampai menarinya orang lain di hatimu, aku tetap menggilaimu. Aku berbohong pada pucuk cemara, bahwasanya aku bisa melupakanmu.

Caramu mempesonaku, semua lekuk tubuhmu tidak bisa aku lupa. Aku benar – benar menggilaimu walaupun dalam diam dan bisu. Halus pipimu, lekuk alismu itu yang membuat aku lupa kepada indahnya pagi hari. Selalu penuh di langit – langit kamarku tentang kamu. Ya, aku takkan pernah bisa lupa, walaupun dengan berbotol – botol minuman ataupun bergelas – gelas kopi agar aku bisa melupakanmu.

Jarang kita bercakap, jarang pula kita duduk bersama. Yang aku bisa hanyalah menatapmu dari balik kaca. Tak bisa ku mengetahui apa yang ada di hatimu. Kamu penuh teka – teki yang membuat otakku berpikir apa yang ada di hatimu. Susah aku menjawabnya. Kadang – kadang kita duduk bersama, yang aku rasa itu anugrah. Jarang sekali kita membicarakan cinta. Caramu bercerita, caramu menatapku dan caramu apapun itu, membuat aku seperti termagiskan. Kamu memang sederhana, sesederhana cintaku padamu.

Tapi, rasa sebal itu mulai ada, tatkala aku tahu siapa yang menari – nari di ujung hatimu. Aku seperti tak percaya, sebegitukah pilihanmu? Kadang – kadang aku bertanya dalam diam, apakah benar itu pilihan hatimu, bukan pilihan nafsumu? Remuk redam kadang – kadang memuncak, tatkala kutahu apa yang kalian lakukan. Laki – laki itu, bercengkrama denganmu, sesekali memuja dagumu, sesekali memeluk tubuhmu, dihadapanku. Ah, dimana logika dan perasaanmu. Benar cinta adalah soal rasa, tapi kemana logikamu? Bukankah cinta tanpa logika laksana arang yang segera habis dilebur api. Dan sangat tidak logis jikalau kamu dan dia saling gila akan rasa, karena otakku masih bisa berpikir, akan kemana kalian selanjutnya? Karena aku menyangsikan dia, apakah kamu bisa bahagia bersamanya, jikalau ketika kesulitanmu, kamu tak mencari dia. Jikalau kesusahanmu, bukan menjadi kesusahan dia. Mengurus dirinya saja dia sulit, apalagi mengurus kamu.

Baiklah sahabatku, jikalau itu pilihanmu, tolong jangan berhias diri di sudut terkecil otakku. Buat aku lupa kamu dengan tak menunjukkan diri di tiap helai daun imajiku. Ketahuilah sahabatku, aku sedang berusaha melupakanmu, walaupun itu seperti memegang bara api. Walaupun itu aku akui, aku sulit melupakanmu. Aku benar – benar menyukaimu. Seperti tegukan kopi kesukaanku, kamu takkan pernah habis rasanya di gelas itu. Kepulan wajahmu selalu menari – nari di sela – sela asap rokok yang tiap hari aku hisap. Di sela – sela laptop kesayanganku. Di sudut – sudut jendela dan langit kamarku. Kamu masih ada karena aku sulit lupa dengan keunikanmu.

Sahabatku, buat aku lupa, karena aku sudah tak menemukan cara cantik lagi untuk menghapus wajahmu dari otakku.

Sahabatku, menarilah dengan orang lain, agar aku bisa melupaimu.

Tapi jangan kau buat aku tidak mencintaimu

Probolinggo, 8 April 2013, 02.37 AM
Di antara jelaga yang terobati karena kamu, dan rasa rindu yang tak terbantahkan
Di antara buncahan – buncahan liar hatiku, yang tak bisa melupakanmu

Share:

0 komentar