PENTINGKAH ?


Berkali – kali pertanyaan itu muncul, berkali – kali juga aku tak mampu menjawabnya. Laksana hujan di pagi hari, timbul dingin tenggelam dalam selimut tebal. Entah apa yang merasukiku dan merasukimu. Semakin kamu bersahabat dengan api, semakin terlihat ayu parasmu. Dan kamu masih satu – satu luapkan itu.

Kali ini aku rasa masuk permainan, tapi bukan permainanmu, permainanku. Tapi bukan aku mainkan kamu. Bukan aku mau main – main denganmu. Sengaja aku buat riak ketenanganmu, sengaja aku teriakkan gendang di telinga hatimu. Hingga aku tahu kebencianmu padaku apakah seperti sampah yang tak jelas dan harus dimusnahkan. Ataukah kamu hanya ingin menyelesaikan episodemu dengannya walaupun tidak saat ini.

Hanya dengan inilah rasa sesakku berkurang, karena aku masih bisa bersua denganmu. Walau dalam tulisan, bukan dalam nyata. Tapi cintaku nyata, tak kutahu cintamu. Aku terus akan bikin riak – riak kecil melalui strategi cantik. Agar segera aku tahu, dan segera kamu lakukan hal – hal yang memang harus lakukan. Aku memilih meletupkan rasa ini, karena aku lebih sering memendam. Lebih sering aku terdiam, dan itu sangat merugikanku.

Aku hanya ingin berjajar walaupun hanya alas kaki yang biasa aku pakai. Cukup itu saja yang bisa berjajar dengan kepunyaanmu, bagiku itu sudah cukup. Aku tak minta lebih, dan ijinkan aku memandangmu sekilas. Memandang kegilaanku bagiku sama dengan meneguk kopi kesukaanku. Apalagi dirimulah pembuat kopi itu. Asal bukan dirinya, dan aku jamin aku masih berhasrat mengunjungimu.

Aku suka kemarahanmu, aku suka letupan kecilmu. Bagiku, bertambah cantik dirimu dengan itu. Terus aku sulut kemarahanmu, agar aku tetap bisa memandangimu bidadariku. Laksana api dalam sekam, disitu masih bisa ditemukan kebahagiaan. Kebahagiaan mengagumi kecantikanmu, menggilai sesuatu dari kamu melalui letupan – letupan kecilmu.

Karena aku merasa masih tidak begitu penting diriku, karena aku merasa seperti kertas di ujung mejamu. Dan pastilah pertanyaan di hatimu, “pentingkah semua ini?” bagiku penting karena riak – riak itu sudah terjadi di hatimu. Riak – riak itu menjadi sesuatu yang harus kita bahas. Dan riak – riak itu akan selalu ada.

Dan hanya ada satu pertanyaan, apakah yang terpenting menjadi biasa saja, dan yang biasa saja menjadi terpenting? Hanya kamu yang biasa menjawabnya.


Probolinggo, 9 April 2013, 02.46 PM

ketika kamu marah padaku dan ketika aku meriakkan hatimu

Share:

0 komentar