KEMBALI


Seperti runtuhnya menara kembar, seperti itulah yang bakal terjadi terhadapnya, parlente baru di rumah kopimu. Dan engkau sahabatku, seperti mendapat durian runtuh, yang di bawahnya telah kau tunggu dengan keranjang – keranjang kosong. Laksana sang peramal tepat meramal nasib sang gadis pujaan. Seperti hujan yang tepat datang ketika petani menunggu di kala musim kemarau. Dan seperti itulah kurasa hatimu, sahabatku.

Pintu awal kau buka dengan langkah pasti, walaupun ini bukanlah akhir perjuangan. Aku tahu, buncahan – buncahan hatimu riuh ramai seperti di pasar. Dan takkan berjelaga seperti di akhir pekan kemarin. Nyanyian jiwamu memenuhi otakmu, laksana sang pecinta mendapat balasan dari yang dicintai. Laksana awan yang tak tertutup mendung, menambah elok nian di pagi hari ini.

Sahabatku, seperti yang telah aku katakan padamu, buah kesabaran akan berakhir manis. Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Aku tak tahu bagaimana proses kembali itu terjadi. Aku juga tak tahu, darimana solusi yang kamu dapat dan tentukan. Yang aku tahu, kamu pasti kembali ke rumah kopimu. Kembali ke kecintaanmu.

Birukan kembali rumah kopimu, dengan gemericik gelas dan ramainya pengunjung. Dengan alunan lagu tapi bukan tempat memadu kasih. Dengan dinginnya malam, tapi bukan tempat berpacaran. Riuhnya suasana, tapi bukan tempat membeli nafsu. Dan jangan lupa, bukan tempat pacaran sepasang abg yang mengatakan cinta dengan romantis, sepertinya.

Sahabatku, berjuanglah dengan yakin. Kembalikan rumah kopimu sesuai keinginanmu, keinginan keluargamu, keinginan semua orang. Buang aral melintang, gilas yang perlu digilas. Bunuh nafsu dengan doa dan kesabaranmu. Tanggalkan jubah parlente mereka dengan kebijakanmu. Dan jangan lupa, mejamu hanyalah tempat kopi, bukan tempat berpeluk mesra.

Didiklah anak buahmu dengan cinta dan keyakinan. Ubah mereka menjadi pelayan sejati, yang akan dihargai dan dikenang pengunjung sepanjang masa. Jikalau sepi, jangan kau izinkan mereka memadu kasih, lebih baik didiklah mereka untuk saling bekerja sama, dan turut memikirkan kehitaman rumah kopimu yang menjadi kecintaanku. Jadikan mereka ujung tombak kopilover sejati, yang selalu membuat nyaman bagi yang berkunjung. Merajakan pengunjung, namun pengunjung tak membudakkan mereka.

Sahabatku, aku turut mendoakan kembalimu, aku juga turut bahagia dengan perubahan ini.

Sahabatku, tunggu aku di sana untuk memakai gelas kopimu, menduduki kursi rumah kopimu, dan tak mau aku lihat lagi sepasang abg berpacaran di atas kursi panjang, hanyalah gelas – gelas kopi yang bergemericik riang.

Selamat kembali, sahabatku.

Probolinggo, 6 April 2013, 09.08 AM ( untuk sahabat kopiku, Mas Sofyan Hadie dan Onnie Widiastuti )

Share:

0 komentar