SENJA DI PANDAAN


Untukmu Langit--

Kau bahagia kelihatannya? Atau kau memang lagi mendapat hadiah? Kok wajahmu terang sekali pagi ini? Ah, iya aku tahu, pasti kamu sedang mendapatkan hadiah. Asal bukan hadiah yang kau peroleh menebak nomor saja seperti para pemuda di kampung ini. Bahagiamu seperti mas Razzan temanku di pandaan, begitu bahagianya ia menjadi pemenang dalam kompetisi menulis. Ah, aku saja yang tak menang sudah bahagia, apalagi ia, tak bisa kubayangkan kebahagiaannya.

Oh ya, sudahkah kau sampaikan salamku pada langit Pandaan temanmu? Atau kau lupa salamku? Baiklah aku ulang, sampaikan pada temanmu itu, terima kasih sudah menjadi senja kami berwarna, senjaku menjadi tak sepi, dan menemani kami, atau mungkin lebih tepatnya menemaniku, bersama teman-temanku dalam menulis senja. Tapi, kalau kamu tak bisa menyampaikannya, titip salam saja pada angin, asal jangan angin tua itu ya, aku takut kamu dihempasnya, seperti aku yang menggigil terluruh sebab dingin menelusup dalam sendi-sendi tulangku yang ditiupkan oleh angin tua itu.

Sekali lagi Langit, terima kasih sampaikan pada temanmu itu.

Kepada Senja---

Terima Kasih telah menemaniku, dan menemani teman-temanku, hingga kami berimajinasi layaknya sang pemimpi. Tapi kami bukanlah pemimpi, kami hanyalah pejuang. Oh, maaf mungkin “pejuang” menjadi sangat dramatis, sebab apa yang kami lakukan adalah sekedar hobi, namun selain itu kami ingin menumbuhkan semangat membaca dan menulis, yang dalam dunia kami, disebut Literasi. Ya Literasi, dunianya para pengimajinasi, dunianya para penulis, ketika kata-kata sudah tak mampu lagi menjadi jembatan antara kita, ketika kata-kata sudah tak menjadi penengah, dan ketika kata-kata hanyalah menjadi seonggok sekam,layaknya adzan di kampung kami. Hingga kami memilih menulis, yang menjadi penjawab itu semua.

Kau tahu senja, kamu berbeda dengan senja-senja yang sering kutemui. Kenalkah kau dengan mereka? Kemarin aku berkenalan dengan senja laut probolinggo, senja pantai pasir putih dan terakhir yang membekas di sudut terpencil otakku, senja bromo. Namun, kamu berbeda. Akupun sulit mendiksikanmu, senja pandaan.

Sulit, sebab terlalu banyak dari kami yang meleburkan diri denganmu, berimajinasi denganmu. Bunda Wina, Mbak Yeti, Bung Stebby, Mrs. Shenoby, dan teman-teman KOMUNLIS yang lain larut dalam kesejukan yang kau hamparkan kepada kami, menyatukan jiwa denganmu, hingga semangat menulis kami menjadi riuh, namun jelas. Bahkan saat kau mulai terbunuh sebab malam mulai menunjukkan kegagahannya, kami masih tak bisa melupaimu senja, karenamu kami ada di sini dan karenamu pula kami berimajinasi di sini.

Terima kasih senja.

Buat Sahabat-Sahabatku, teman-teman menulis

Share:

0 komentar