KENAPA EMBUN?

"Kenapa kau tulis puisi embun?", tanyanya
"Karena aku mencintai embun", sahutku sambil terus menulis puisiku
"Ah, gak sesederhana itu", sahutnya
"Lalu?"
"Pasti ada hal lain yang menjadi alasanmu", ujarnya datar
"Bukankah cinta tak perlu alasan? kalau cinta masih memerlukan itu, aku yakin di dunia ini takkan pernah ada cinta",balasku

Akhirnya kami terdiam, seperti ricik kali di depan kami, tenang tak berisik, laksana percakapan kami dia sesap dan tak hanya teronggok di ujung-ujung hati kami masing-masing.

Semenit, dua menit dan tak terasa hampir satu jam kami berdiam diri. sepertinya dia bermain-main dengan imajinya, sementara aku masih saja melukis embun dengan penaku dalam bentuk larik-larik kata.

Senja pun mulai memerah, pertanda malam kelam akan menunjukkan kegagahannya. Dan tepat tatkala aku akan memberikan puisiku, sebelum kelam menudungi kami, dia mulai berkata,
"Ya, cinta memang tak membutuhkan alasan, tapi jangan kau lupa, logika harus tetap menjadi pengaturnya", katanya lirih
kali ini aku memilih diam, lebih baik coretan penaku kuberikan padanya agar dia semakin mengerti kenapa aku mencintai embun.

"Hah? masih kau tulis saja embunmu itu?"
"Bacalah", sambil mulai kuangkat kakiku menuju rumahku, tempat aku melukis embun.

Beberapa langkah kulirik ia, yang ternyata masih membaca puisi embunku. Dan aku membiarkannya untuk mengerti embun dan besok seperti biasa aku akan menemuinya kembali, di sini.

Share:

0 komentar