AKHIR CERITA


Waktu telah mewarnai kita, waktu juga yang membawa kita, hingga tak ada lagi aku dan kamu. Biar debur ombak kehidupan menjadi cerita, tak absurd dan menjadi pelajaran buat anak – anak kita kelak.

Kami sisir cerita cinta kami hingga saat ini, kami duduk bersama di kursi yang bernama pelaminan.

-------------------
“Apa modalmu ingin menikahi anakku?”
“Cinta pak, hanya itu”, sahutku pelan dan lantang, karena memang hanya itu yang aku bisa berikan.
“Cinta? Hari ini kamu masih berkata cinta?” sahut bapaknya
“Dengan cinta, aku akan berusaha membahagiakan putri bapak, bahagia menurut versi kami”
“Kembalilah kamu ke sini, tunjukkan padaku, jika kamu bisa menghidupi anakku tak kurang suatu apa”

memang, dari awal gelombang tak persetujuan dari bapaknya sangat mendeburku, hampir menyurutkan langkahku. Tapi sebab semangat peluknya, aku tak berhenti, untuk menjadikan ia pendampingku. Tak surut langkahku, kubebat semangat, kubangun kereta senja demi persandingan kami yang bernama pelaminan.

Aku harus bisa mengalahkannya, lelaki yang menjadi penjodoh untuknya, dari bapaknya yang memang mencarikan lelaki itu. Dan aku tak rela, kukejar mimpi itu, siang malam aku panjangkan mata, demi sesuatu yang bernama harta.

Dan hari ini, kulamar dia dengan derap kereta kuda, agar bapaknya tak sekalipun bisa berkedip. Kubuktikan kemampuanku, lebih tepatnya kemampuan kami atas pertolongan Tuhan, aku menjadi meninggi di mata bapaknya.

---------------

di antara tamu-tamu, di sela dentum musik pengiring pernikahan kami, sebagai rasa terima kasihku padanya, atas semangat yang dia berikan, kuselipkan sebuah puisi kepadanya, penggambar perjuangan cinta kami yang begitu berat.

Akulah senja
yang mengiringimu menikmati temaram
bersamamu tapi tak mengurungmu
mendambamu tapi tak menuhankanmu

akulah senja
yang membiarkanmu merangkak kepada sang malam
walau kutahu malam selalu berjelaga
tanpa kautahu, malam terkadang dusta

akulah senja
yang memerahkan jiwamu
menyinari hatimu yang terpanas sebab terik
menelungkupi jiwamu karena malam akan menghunjam

dan akulah senja
yang selalu mencintaimu walau menua
yang selalu melekatimu atas nama cinta
membawa hatimu menuju singgasana ketulusan

karena di matamulah, mataku tertambat
di mulutmu, mulutku terpagut lekat
di jantungmu, jantungku berdetak
dan di hatimu, hatiku terjangkar hebat

Share:

0 komentar