SEBATANG ANGIN DAN SELEMBAR DAUN JATI
Kepada Daun Jati::
Jangan kau luruh lagi
seperti kemarin pagi
Karena ini belum masa
engkau meranggas kering
Dan jangan kau memaksakan
diri seperti terik siang ini
Karena aku masih teman
keabadianmu
Usah kau hirau
celotehan-celotehan kering
Yang menelusup masuk di
antara batang-batang pohon di hutan pinus
Yang terkadang terbawa
tak sadar olehku hingga sampai ke telinga jiwamu
Tidak!
Jangan kau larut sebab
sesuatu yang maya dan kasat mata
Karena akan membuat
noktah hitam di sepanjang urat nadi lembar yang kau miliki
Hingga engkau tak lagi
dapat kusesapi aroma magis yang dulu sering muncul
Di pucuk-pucuk senja
Sadarlah!
Engkau masih selembar
daun jati
Yang kuat dan perkasa
dihembus oleh berjenis-jenis angin seperti diriku
Yang tegar tertopang
batang-batang pohon jati tua
Dan hingga saat ini,
Aku masih menunggumu
Untukmu Angin::
Bukan aku sengaja meluruh
diri, apalagi
Memaksa seperti yang
engkau beritakan
Aku hanyalah mengikuti
kemauan sang takdir
Yang telah menulis
ceritaku dalam lembar-lembar nasib
Aku tak pernah berjelaga
dihempas untaian-untaian kata yang tak pernah jelas
Sebab aku adalah selembar
daun jati yang tak pernah tergoyah
Kecuali sang nasib telah
mengambilku dengan genggaman lembut yang menuntunku
Usah kau menungguku
berbentuk rindu laksana lolongan serigala
Karena aku sebentar lagi
jatuh, dalam pelukanNya yang selalu kudamba
Sedang engkau adalah
sebatang angin yang selalu menderu ke segala penjuru
Tapi, simpan cintamu
untukku hingga kapan nanti
Agar nalurimu naluriku
segera bersatu dalam wujud keabadian
Probolinggo, 6 Oktober
2013
Tags:
puisi
0 komentar