TERUS ATAU KEMBALI
“Maafkan Aku...”
kukirim sms kepadanya. Degup jantungku, semoga dia sempat membukanya.
Aku tahu ia sekarang pasti di depan kaca rias pengantin
***
Dia menjadi kekasihku dua
tahun berjalan, dan aku sangat mencintainya. Tapi apalah daya, kuasa
Tuhan menolakku, aku tepekur pada tangan Sang Nasib. Bukan aku tak
mengejarnya, tapi keadaanlah yang berkata lain.
Orang tuaku dan orang
tuanya adalah rekan bisnis yang sudah lama kenal. Dan bukan tanpa
sebab akhirnya aku bisa mencintainya. Hubungan yang indah kami
jalani, seperti tak pernah mengalami masalah. Setiap masalah selalu
bisa kami selesaikan bersama, berdiskusi hingga masalah itu cepat
padam dan usai.
Tak pernah kami mengikuti
nafsu emosi kami. Telah kami penjarakan ia, hingga kualitas hubungan
kami benar-benar di puncak keemasan. Kami lewati hari indah kami
dengan cinta, dengan kemanjaannya dan pemanjaanku padanya.
Seperti bunga yang sedang
merekah, kami selalu mengalami kebahagiaan tiap waktu, walaupun
terkadang jelaga hitam menghinggapi kami.
Karena akulah kumbang dan
dialah bunga yang selalu aku hinggapi untuk aku tinggali.
***
Namun pada akhirnya, aku
harus melewatkannya. Asap berjelaga menderu hubungan kami,
mengaburkan logika dan menghitamkan pekat langit-langit cinta kami.
Bisnis orang tuanya dan
orang tuaku hancur, dan pastinya hubungan mereka tak baik-baik.
Keluarganya memutuskan pindah dan membuat bisnis baru tanpa bekerja
sama lagi.
Dan alasan inilah awal
perpisahan pilu kami. Aku terhadang oleh perintah orang tua,
pelarangan untuk meneruskan hubunganku dengannya. Aku hancurkan
kenangan kami, cita cinta kami dan segalanya. Aku tak pikir panjang,
yang aku tahu aku terlalu larut dengan masalah orang tuaku orang
tuanya.
Dan kali ini aku sadar,
aku telah membuat perih hatinya, melewatkan kesempatan yang
seharusnya dia menjadi pendampingku nanti
harusnya aku tak terlalu
larut dengan masalah orang tuaku. Dan pastinya takkan begini jadinya.
Dia hari ini akan bersanding dengan lelaki lain, yang tak lain tak
bukan adalah sahabatku.
Dan hanya SMS itu yang
saat ini bisa kulakukan.
Tiba-tiba, handphoneku
berbunyi, “Datanglah kesini dan bawa aku bersamamu, aku akan
mengikutimu”
aku bimbang, apakah yang
harus kulakukan? Membawa lari dia ataukah aku diam membisu meratapi
nasib yang sudah semu?
Ah, aku tak tahu.
Tags:
FlashFiction
0 komentar