AKU SUDAH DEWASA


Demi ricik kali
yang mengaliri merdu
setiap jalanan yang sudah hampir
semu

Aku ingin bapak tahu
jikalau anawan sudah mengharu biru
menanti singsing lengan baju
aku dan seluruh penjuru

Demi siang yang semakin pilu
melesung jiwa tak tentu arah
merenda bersama nasib yang sebentar
akan aku tentukan bersama teman segala penjuru

aku ingin bapak tahu
aku telah siap menghela tongkat
tanpa ada sesuatu yang bernama dusta
tanpa ada sesuatu yang bernama slogan

dan aku ingin bapak tahu
AKU SUDAH DEWASA

Apa kabar bapak hari ini? Aku tahu pasti bapak tak pernah telat bangun pagi, dan pasti bapak mungkin sedang membaca koran hari ini. Dan pastinya juga bapak ditemani secangkir kopi hitam tanpa cream, favorit bapak.

Melalui surat ini, aku mohon maaf sebesar-besarnya, kalau tak bisa mengunjungi bapak. Aku tahu bapak sayang padaku, mungkin terlalu menyayangiku. Bahkan karena besarnya rasa itu, bapak sampai lupa untuk menggunakan logika bapak. Bapak masih menganggapku anak kecil yang dulu sering bapak ajari bermain bola di sore hari depan rumah. Atau sekedar main mobil-mobilan remote yang bapak sempat belikan di pasar malam pojok alun-alun di kotaku tercinta. Atau bapak masih mengganggapku anak laki-laki bapak yang suka bapak kasih uang jajan saat aku sering mengganggu kerjaan bapak. Yah, dengan uang yang menurutku besar saat itu, aku jadi lupa sedikit sama bapak, hingga bapak tak merasa terganggu denganku, dan bapak bisa menyelesaikan pekerjaan bapak tepat waktu.

Tapi itu dulu pak, dulu sekali. Dulu saat aku masih tak bisa mengeja kata, dulu saat aku masih selalu minta uang sama bapak, bahkan dulu saat aku sakit, aku selalu diobati bapak. Pak, aku bukan ingin menjadi ataupun terbersit di langit-langit jiwaku untuk durhaka sama bapak. Aku tetap menyayangimu, pak, menghormatimu bahkan ingin menjadikan bapak teristimewa di antara bapak-bapak yang lain.

Karena jasa bapak terlalu besar padaku, dan tak mampu aku membalasnya. Aku masih bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri, bapak bangun alun-alun tempatku bermain bola, hingga aku dengan teman-teman sebayaku bahkan teman-teman di bawah umurku, jadi nyaman bermain-main di situ. bapak bangun juga masjid besar di sebelahnya, hingga aku nyaman jikalau aku ingin sholat bersama teman-temanku di situ. Pun aku pernah mendengar ibu teman-temanku pernah bercerita pada anak-anaknya, jikalau ramadhan tiba tak susah untuk berbelanja sekedar untuk mencari lauk berbuka, karena di situ bapak sudah menyiapkan para penjual dadakan itu untuk berdagang. Dan yang tak pernah kulupa, bapak mengetatkan jam ngantor karyawan-karyawan bapak. Jarang kutemui di warung-warung kopi, di toko-toko, minimarket pada jam dinas berasyik masyuk di situ. Jarang loh pak, bukan tak ada sama sekali.

Dan juga bapak memperbaiki sistem di semua lini perusahaan bapak, jadi malu aku sama bapak, apakah aku mampu seandainya jadi bapak. Bapak juga tak lupa sama teman-temanku, orang tua mereka, saudara-saudaranya juga bapak tak melupakannya. Jika salah satu dari mereka karena takdir meninggalkan dunia ini, bapak segera mencarikan kerja bagi yang ditinggalkan. Aku tak peduli sama omongan orang, dapat darimana bapak membiayai itu, aku tak peduli. Yang aku tahu, bapak adalah bapakku yang sangat peduli, itu saja cukup. Ah, jadi bangga aku sama bapak.

Tapi kali ini, bersama teriknya siang tahun ini, bersama ricik kali yang bapak maniskan dengan pendaran-pendaran lukisan abadi di sepanjangnya, aku ingin bapak tahu. Oh, bahkan bapak juga harus mengerti, hanya itu pintaku.

Kumohon bersama bintang-bintang yang bersujud di langit malam, bersama siluet pagi yang selalu mendampingiku, bersama terik siang yang memang selalu mengikutiku, dan bersama senja yang memelukku dari berjuta arah bersama anawan mendung. Kumohon pada bapak, teman-teman kopi bapak di senja hari. Baik teman bapak yang berbaju kuning yang jarang pake kopyah, atau teman bapak yang suka berbaju hijau dengan kopyah sebagai favoritnya, pun satunya tante yang tak kutahu ia, entah itu teman bapak atau bukan. Yang kutahu, paling tidak kudengar dari teman-temanku, ia juga suka menyesap kopi sama bapak dan teman-teman bapak, yang aku pasti jika berada di antaranya, takkan pernah mampu untuk mengerti arah pembicaraan bapak dan teman-teman bapak.

Satu pintaku, mohon bapak tak menganggapku kecil seperti dulu, tak bisa memegang kemudi yang dulu pernah bapak ajarkan. Tak bisa makan jika bapak tak menyuapinya. Bahkan tak bisa berjalan jikalau bapak tak memapahku.

Biarkan aku untuk memilih masa depanku, biarkan aku dan teman-temanku menentukan arah perjuangan kami dan berikan kepercayaan padaku. Usah bapak memberiku berlembar-lembar uang ribuan agar aku bisa melupakan yang namanya kedewasaan.

Sekali lagi, hanya satu yang harus bapak mengerti....

Aku Sudah Dewasa, Pak....

Tags:

Share:

0 komentar