AKU INGIN NORMAL


Kuputar-putar saja handphoneku. Aku tak tahu, di tengah jelaga panjangku, tak sengaja aku membuka lembaran-lembaran diaryku yang dulu sudah kumasukkan kardus, kukumpulkan dengan beberapa barang darinya di dalam laci yang memang tak pernah kuusik lagi.

Entahlah, malam ini aku tiba-tiba merinduinya, setelah beberapa bulan aku telah meninggalkannya, menjalani hidup normal. Normal? Aku juga tak tahu, apakah ini dikatakan normal. Benar aku mulai bekerja kantoran layaknya lelaki-lelaki di kampungku. Aku pun mulai memakai baju kantor, sepatu kantor dan pastinya seperti orang-orang pekerja kantoran, dan pastinya berdasi.

Ah, daripada aku tambah pusing, kutulis beberapa kata di layar singkatku, kukirim ke nomor yang terakhir aku pernah menghubunginya. Bukan, bukan aku ingin mengusiknya lagi, karena aku berjanji kepada orang tuaku, kepada adik-adikku, untuk menormalkan kembali kehidupanku. Tapi kali ini aku hanya ingin mengetahui kabarnya, sambil ingin meminta waktu padaNya untuk membiasakan diri, tanpa senyumannya, tanpa messagenya, dan apapun tentangnya. Bukan pula aku ingin mengusiknya, itu saja.

bagaimana kabarmu?” tulisku. Tak berapa lama beberapa detik kemudian, gayungku bersambut. “Baik-baik saja, tumben kamu?”

aku kaget, ternyata nomornya masih tetap. Aku malah bingung, tapi dalam hatiku, jika kubalas, niatku untuk menjadi normal tak kan langsai. Karena aku pasti gagal untuk itu.

Tidak, pikirku, aku hanya ingin mengetahui sedikit saja, karena aku ingin normal. Ya, normal menjadi lelaki, normal berpasangan dengan lawan jenisku, tak seperti dulu, aku tak normal, berlaku seperti adik-adik perempuanku.

Cukup, aku ingin melanjutkan proses kenormalanku.

Ditulis untuk FF2in1 pada nulisbuku

Share:

0 komentar