DALAM HENING
Dalam Hening kubangun malakat rindu yang tergugu. Di antara larik-larik sunyi yang selalu
tertelungkup dalam jiwa syahdu. Pun juga sebaris magenta dalam sudut
terpencil otakku, tertanda engkau selalu hadir yang tak pernah kutahu
kapan.
Dalam sunyi, rinduku
semakin memuai, laksana selai-selai yang kemarin terpanggang, dalam
lipatan-lipatan roti yang bernama rasa. Sebab jarak yang tak bisa
kutempuh, sebab awan yang tak bisa kuraih, hanya bisa membayang dalam
imaji, tentang gambarmu yang tak pernah hilang dalam mimpi-mimpi
malamku.
Engkau menjadi Tajuk
Utama, dalam lembar-lembar rasa, serta penantian yang takkan pernah
langsai tentangmu. Engkau takkan kuletakkan dalam lembaran-lembaran
akhir, tempat iklan yang biasa bersemayam di situ. Karena engkau
istimewa, laksana hidangan malamku, yang selalu kutunggu.
Aku menjadi seorang
pembaca, yang tak sadar tapi sadar, sebab kemagisan dan kepiawaianmu
membentuk guratan-guratan magis dalam ingatanku. Aku tak gila, dan
takkan pernah gila, seperti yang mereka katakan. Aku hanyalah seorang
pemuja rasa, dan hanya mengedepankan rasa tanpa logika.
Dan dalam hening, aku
yang hanya sanggup gugup. Terhimpit pena jiwaku, sebab engkau tak
pernah hilang semu, pun ku takkan berniat untuk menghilangkannya.
Sebab sesuatu itu kutunggu. Sebuah sendratari jiwa-jiwa yang tak
kosong. Sebuah lekatan antara lembar-lembar kehidupan yang bernama
cinta.
Dan dalam hening pula,
aku bisa memujamu.
Probolinggo, September 2013
Tags:
puisi
0 komentar