DI PUNCAK BROMO AKU MENJEMPUTNYA
Aku sudah hampir setengah jam di sini,
di Kafe yang dulu menjadi favoritku, lebih tepatnya favoritnya. Kafe
yang hanya terpaut satu jam untuk menuju Puncak Bromo. Kafe yang dulu
sering aku habiskan membunuh waktu dengannya, perempuan yang pernah
menjadi pengisi hatiku.
Tak berapa lama kulihat ia masuk kafe
ini, sambil tersenyum dia berjalan ke arahku dan langsung duduk di
depanku.
“Maafkan aku terlambat mas, masih
banyak client yang harus aku urus”
“Gak apa-apa Ka, tapi untuk beberapa
jam kamu benar-benar free?”
ujarku
“Iya
mas, hemmm jadi apa keperluan mas mengajakku ke sini? Sudah lama loh
mas kita gak kesini, dan apa yang membuat mas datang kembali naik ke
daerah Bromo?” sambil terus menatapku
“Wah
banyak banget pertanyaanmu Ka, yang pasti aku ke sini bukan iseng,
ada hal yang harus aku selesaikan denganmu”
“selesaikan?
Bukankah kita sudah selesai mas?”
aku
dia menatapnya dengan nanar, dia pun juga melakukan hal sama. Aku tak
menyalahkannya dengan perkataan itu, akulah yang salah. Pikiranku
melayang ke beberapa tahun lalu, saat aku dengan sengaja
meninggalkannya karena suatu alasan yang tak dapat aku jabarkan
dengan logika kepadanya.
Dan
hari ini, aku harus menjabarkannya tanpa syarat tanpa jeda. Agar rasa
kebencian dia padaku tak segera hangus dan menghitam, hingga rasapun
tak dapat mengenalinya.
“Ada
lagi yang harus dikatakan mas?”
“Maafkan
aku Ka, kamu harus tahu alasanku. Hari ini kamu harus dengan
penjelasanku, makanya kuajak kamu bertemu di sini, Kafe tempat
pertama kita berkenalan”
kulihat
matanya menahan bulir-bulir yang mengalir bisu, aku tak tega
melihatnya. Segera kugenggam tangannya, masih terasa kehangatan yang
dulu pernah aku dapat darinya. Masih dan kuingin mulai hari ini aku
bisa merasakan kembali, batinku.
“aku
tak mau berjanji lagi Ka, tapi aku mau berbicara denganmu dengan
hati. Aku tak bisa meneruskannya dahulu, karena keadaan keluargaku
yang tak memungkinkan untuk itu.”
“keadaan?
Maksud mas?”
“Aku
tak mungkin meneruskan narasi cinta kita di saat ayahku terkena
musibah, musibah yang takkan mungkin siapapun tahu, dan saat itu aku
juga sedang kalut”
“Tapi
mas tidak adil namanya, karena ada aku di kehidupan mas”
“Iya, maafkan aku dan maafkan atas kebodohanku. Dan sekarang masih mungkinkah aku kembali?”
“Hemmm, aku tak bisa berpikir mas”
“Iya, maafkan aku dan maafkan atas kebodohanku. Dan sekarang masih mungkinkah aku kembali?”
“Hemmm, aku tak bisa berpikir mas”
“jangan
kau pikir Eka, tapi berbicaralah dengan hatimu”
“Beri
aku waktu mas”
“Aku
memang bukan lelaki sempurna, tapi aku ingin kita sama-sama
menyempurnakan itu” ujarku pelan
“Alasannya
mas?”
“Alasanku
untuk naik kembali ke Bromo adalah dirimu, seperti alasanku untuk
meneruskan cinta kita yang belum usai”
dia
tak menjawab, setelah menghabiskan minumannya dia memberiku selembar
kertas, dan segera meninggalkanku.
“datanglah kembali bulan depan di
tanggal ulang tahunku, di kafe ini aku akan menjawab pertanyaan
hatimu dengan hatiku”
aku diam tanpa bisa
berkata, dan akan kembali bulan depan, pikirku.
***
FF2IN1 @nulisbuku.comTags:
FlashFiction
0 komentar