SELEMBAR DAUN DAN SETETES EMBUN


Ada yang hilang tak beranak pinak setelah
Daun dan embun yang jarang sekali menyapa
Entah hujan entah sebab awan tapi
Yang kutahu keduanya sudah jarang bersua

Ataukah angin terlalu sering menderu dalam
Pagi yang selalu gigil? Aku masih tak paham; arti
Dan makna yang terjadi di antaranya, tapi
Yang kutahu angin telah menghempasnya

Bukan.... bukan....
Daun dan embun sedang tidak bertengkar
Tentang siapa yang membutuhkan dan dibutuhkan
Tapi hanyalah sebuah bumbu percobaan, layaknya
Ibu-ibu yang sedang demo masak

Tidak....tidak.....
Embun tak lagi beriak tak jelas
Apalagi membuncah semu bersama awan mendung yang tak pernah jelas
Di musim kemarau

Embun hanya ingin daun tahu
Bahwa lembaran daun memang masih mau
Untuk dia tetesi sejumput kebahagiaan yang embun punya
Agar daun tak pernah berhenti berdoa

Karena doa adalah harapan

Dan embun ingin menggapai doa yang bukan mimpi
Tapi hanyalah sebuah narasi yang mereka tulis bersama
Dalam kisah pagi yang kadang-kadang terlupa

Yang di dalamnya terangkai sajak indah dan luka
Yang kata-katanya mereka rangkai dan larutkan dalam bulir-bulir cinta
Yang bait-baitnya teramu merdu dalam wujud perasaan yang tak pernah terkulai
Yang larik-lariknya mereka gambar tentang sebuah subuh yang memulai pagi
Menggigilkan jiwa mereka yang terkadang luruh terkadang syahdu

Dan tentunya tentang selembar daun dan setetes embun

Probolinggo, Akhir September 2013

Tags:

Share:

0 komentar